A Kiss behind A Book
seungzz
genre: fluff rating: teen warning: School life. side pair: Ssikyoun, Jooyoun, Weiyoun
terinspirasi dari prompt
Seungyoun selalu menuliskan keinginannya di setiap ulang tahunnya dengan harapan dapat dikabulkan. Misalnya di ulang tahunnya yg ke 7, Seungyoun menuliskan sepeda untuk ulang tahunnya dan dapat dikabulkan oleh orang tuanya. Di ulang tahunnya yang ke 18 Seungyoun menuliskan ingin mendapatkan pacar. Seungwoo -sahabat Seungyoun, berusaha mengabulkan keinginan tersebut dengan cara menjodohkan Seungyoun dengan beberapa temannya. Tanpa disadari Seungwoo cemburu saat melihat Seungyoun dengan teman yg dijodohkannya.”
Di umurnya yang ke tujuh, Seungyoun berharap memiliki sepeda pada hari ulang tahunnya.
Di umurnya yang ke dua belas, ia meminta satu set alat musik untuk ia mainkan.
Di umurnya yang ke delapan belas saat ini, ia menginginkan seorang pacar.
.
.
“Kak, tahu tidak? Hampir seluruh permintaanku di hari ulang tahun terkabul. Hanya satu yang tidak.” Seungyoun meletakkan sprite dingin di tangan Seungwoo.
Mereka mengambil waktu istirahat untuk duduk di bangku yang terdapat di atap sekolah. Berbincang mengenai banyak hal, termasuk permintaan ulang tahun Seungyoun yang akan jatuh sebentar lagi.
“Oh, sekarang sudah Agustus. Apa permintaanmu yang tidak terkabul dan apa yang ingin kau miliki sekarang?”
“Di umur lima belas, aku ingin papa untuk selalu di sampingku. Tetapi, Tuhan lebih menyayangi papa. Jadi, itu satu permintaanku yang tidak terkabul. Untuk permintaan ulang tahunku yang sekarang adalah….. aku ingin pacar, hehe.”
Seungwoo mengangguk mengerti, ia ada di sana saat papa Seungyoun memilih pergi menuju keabadian. Menyaksikan tangis Seungyoun yang ia dekap dalam pelukan. Masih terlalu remaja untuk kehilangan sesosok figur panutan. Sedikit banyak Seungwoo merasakan kasih sayang seorang papa dari sahabat kecilnya ini.
Seungwoo membuka tutup botol untuk kemudian ia tenggak. Membasahi kerongkongan dan disusul sedikit sendawa.
“Kak, ih!” Seungyoun memukul bahunya.
“Hahaha, sorry-sorry. Anyway, Youn… kalau teman Kakak mau kenalan sama kamu, apa mau?”
“Hah?” Seungyoun menoleh cepat.
“Kan kau bilang ingin pacar, dicoba saja dulu. Kenalan sekalian kencan, kalau cocok ya lanjut.”
Seungyoun merengut, mengerucutkan bibir, “Memangnya ada yang mau denganku?”
Seungwoo melebarkan matanya “Ya! Tentu saja ada!” Seungwoo menepuk bahunya lumayan kencang, “Kau mau berkenalan?”
Seungyoun tersenyum sumringah, “Mau!”
Dan dibalas senyum menawan juga oleh lelaki yang lebih tinggi.
.
.
Kang Seungsik.
Orang yang lembut, gentle, dan menawan.
Itu yang ada dalam benak Seungyoun pertama kali. Kata Kak Seungwoo kan kenalan sembari berkencan. Jadi, mari jalani saja dulu.
.
.
Mereka memasuki toko baju. Seungsik ingin membeli celana bahan dan kemeja katanya.
Seungyoun hanya mengikuti dari belakang. Mengitari gantungan baju gombrong untuk melihat-lihat. Mengangkat satu baju putih dengan tulisan biru laut, berpikir mungkin cocok untuk seseorang.
Pada akhirnya ia berhenti di bagian jumper. Mengambil satu set jumper couple berwarna light blue dan hitam yang berhiaskan border berwarna membentuk fox di bagian dada. Simple dan menarik.
Dengan semangat, Seungyoun membawa ke kasir tanpa ingat di mana Seungsik berada.
“Youn… Kakak cari dari tadi.” Seungsik menghampirinya dengan satu tas belanjaan di tangan.
“Maaf Kak, keasyikan memilih.”
“It’s okay. Youn beli apa? Maaf Kakak terlambat membayar belanjaan Youn.”
“Lho Kak… sepertinya tidak perlu, toh ini milik Youn.” Seungyoun tersenyum menilik isinya.
“Apa itu?” Seungsik melongok penasaran.
“Hanya jumper, hehe. Ayo Kak, cari makan.”
Seungsik tidak bergerak dari tempatnya yang membuat Seungyoun berhenti. Pelan, Seungsik melangkah dan mengambil jemari Seungyoun dalam genggamannya, “Agar tidak perlu pusing mencarimu lagi.”
“O-oh… owkay, Kak.” Seungyoun memandang jemari mereka yang bertautan, mencoba melepaskan satu persatu untuk hanya memegang kelingking milik Seungsik.
Seungsik mengernyit heran, “Ada apa? Kenapa hanya kelingking?”
“Tidak ada, hanya kurang terbiasa saja.”
“Ah… maaf, Youn.” “Jangan, Kak. Seharusnyaa Youn yang meminta maaf. Sudah, ayo cari makan.”
Kali ini Seungsik yang agak diseret oleh Seungyoun.
.
.
Yamie Panda masih lumayan ramai di sore seperti ini. Nuansa merahnya dan beberapa hiasan panda mengelilingi ruang dengan penataan yang dibuat senyaman mungkin.
Mereka memilih meja yang agak pojok, untuk memindai pandangan kata Seungsik. Seungyoun hanya menurut. Sembari menunggu mangkuk mie mereka tersaji, Seungyoun beberapa kali menengok tas belanjaan dan tersenyum kecil.
Seungsik memperhatikannya sedari tadi. “Kau membeli jumper untuk siapa, Youn? Sepertinya senang sekali”
“Ugh, untukku dan teman kecilku, Kak.”
“Teman kecil? Seungwoo maksudmu?”
“Iya! Kak Seungwoo, teman Kak Seungsik juga kan? Tahu tidak, Kak? Kak Seungwoo itu jahil sekali, kemarin Seungyoun disiram air segayung waktu Youn tidur siang di halaman belakang dan jahat sekali waktu Youn langsung diceburkan ke kolam renang. Kak Seungsik harus tahu, kalau Kak Seungwoo itu super duper zuper jahil.”
Seungsik tersenyum kecil, “Ya, Kakak tahu. Kalau Seungyoun dijahili Kakak, apa mau?”
“Huh? Kak seungsik, jahil? Kakak kan baik, gentle, menawan pula, dan mengayomi sekali. Youn merasa aman di samping Kakak. Bukan was-was bersiap untuk dikerjai.”
“Tipe pacar Seungyoun seperti apa?” Seungsik mendekatkan jemarinya, mencoba menyentuh jemari mungil seungyoun di atas meja.
“Yang penting tidak seperti Kak Seungwoo.”
Seungsik gagal meraihnya karena ponsel Seungyoun berdering.
Seungyoun merejectnya kemudian ponselnya ia nonaktifkan, “Ada yang iseng menelponku, walaupun sudah ku block, masih selalu menganggu dengan nomor lain.”
“Siapa?”
“Katanya sih temannya Yibo, Youn belum tahu.” Seungsik mengangguk, dan perbincangan mereka terhenti dengan datangnya pelayan yang mengantarkan makanan.
Seungyoun melahap mienya dengan diam, sesekali netra rubahnya beredar ke seluruh ruangan.
“Youn.”
“Ya, Kak?”
Seungsik tersenyum kecil, “Kau lucu sekali saat makan seperti ini, lihat pipimu mengembung.”
Seungyoun mengerjab, “Benarkah? Lucu? Aku tidak percaya, Kak Seungwoo selalu bilang kalau aku makan seperti ikan yang bisa menggelembung itu, berarti besar sekali pipiku.”
“Tidak! Bukan begitu, astaga…. Hanya lucu, dan juga bersuara nyem nyem.”
“Apa itu menganggu?” Seungyoun mengambil minumnya, menenggaknya kemudian.
“Tidak, Kakak bilang Youn lucu.”
“Owkay…” Seungyoun terdian sejenak kemudian melanjutkan, “Kak, nanti Youn pulang sendiri saja ya.”
“Kenapa? Apa mau mampir?”
“Iya, takutnya Kak Seungsik terburu, jadi biar Youn pulang sendiri saja.”
“Tidak sama sekali, Kakak tidak buru-buru, jadi kalau Youn mau mampir ke manapun, Kakak antar.”
Seungyoun mengangguk, “Owkay, nanti mau mampir ke apotek sebentar yaaa… kemarin Kak Seungwoo kehabisan vitamin, biar sekalian Youn belikan.”
Seungsik diam, menyesap jusnya seteguk, “Kalau boleh tahu, hubungan Youn sama Kak Seungwoo apa?”
“Huh? Kak Seungwoo ya teman kecilku, sahabatku, apa lagi yaaa….. ah! Teman berkelahi!”
“Tidak lebih dari itu?”
“Maksud Kak Seungsik, apa?”
“Youn sadar tidak? Semenjak Youn jalan dengan Kak seungsik, semua yang dibicarakan adalah Kak Seungwoo. Bukan apa-apa, Youn.. hanya, who am I, ya kan?”
“Kak… bukan begitu maksud Youn.” Seungyoun menunduk, mengabaikan mie yang mendingin.
“Tidak apa-apa, Kakak mengerti. Sudah yuk, dimakan mie nya, dan nanti Kakak antar ke rumah Kak Seungwoo.”
Seungyoun hanya mengangguk.
Kencan itu berakhir dengan dingin dan satu ucapan Seungsik yang lumayaan mengusik, ‘kalau sudah jadian, bilang yaaa.’
Memangnya Seungyoun mau jadian dengan siapa, Kak Seungsik saja Youn dibuat tidak nyaman, siapa juga yang mau.
.
.
Seungwoo membiarkan gelas kopinya yang sudah tandas berada di atas meja, matanya terpaku pada laporan bulanan dari ektrakurikuler basket yang saat ini masih diikutinya. Ia memang sudah duduk di bangku terakhir sekolah menengah atas, tetapi sementara masih belum ingin melepas hobinya. Untuk hari ini, sementara waktu ia tidak pergi keluar dengan Seungyoun, ada kencan katanya.
Beberapa waktu lalu, Seungyoun bercerita dengannya jika kencannya dengan Seungsik lumayan gagal. Seungwoo hanya mengangkat alis dan menerima vitamin yang dibelikan olehnya.
Hari ini Seungyoun bilang akan pergi dengan salah satu teman yang dikenalkan oleh sepupunya. Seungwoo hanya mengangguk dan membiarkan pulang sekolah sendiri sementara ia bertolak pergi ke café yang dekat dengan rumahnya.
Seungwoo masih membubuhkan beberapa coretan pada kertas laporan di tangannya ketika bel café berdenting nyaring. Tinta birunya mencolok diantara tulisan hitam pada alas putih yang dipegangnya, hingga satu suara menginterupsinya tanpa ampun.
“Satu espresso saja!” ujarnya ceria.
Seungwoo mendongak memastikan dirinya sendiri tidak salah dengar. Menemukan pemuda yang lumayan tinggi, berpakaian kasual lengkap dengan tas selempang. Cho Seungyoun.
Dan pemuda yang ia tatap berbalik, ain mereka bersibobrok. Mereka berpandangan sejenak, Seungwoo memutus kontak mereka setelah menemukan ada lelaki lain yang berpakaian lumayan perlente di samping Seungyun.
Seungwoo membuang muka, mendadak seluruh tulisan dalam kertas menjadi kabur, ia membantingnya dan mendengus, “Ish.”
“Kak, aku boleh menyapa temanku terlebih dahulu?”
Seungwoo masih berkutat dengan darah yang mendidih di otaknya yang ia tidak ketahui apa maksudnya, tanpa ia sadari, pemuda berkaos broken white kini mendekat ke mejanya, menggebraknya tanpa ampun, mengagetkannya hingga terlonjak.
“YO! Kak Seungwoo.”
Seungwoo memegangi dadanya yang bertalu, terkaget.
“Oh maaf, Kak… Youn tidak bermaksud.”
Seungwoo tersenyum kecil, meraba jemari yang masih bertengger di atas meja, mengelusnya, “It’s okay. Kamu kencan hari ini?”
Seungyoun mengangguk dan tangannya mengisyaratkan lelaki yang bersamanya tadi mendekat.
“Iya!” jawabnya semangat, “Kenalkan! Ini Kak Sungjoo.” Senyumnya merekah.
Seungwoo mengulum bibir, hanya mendongak tanpa berencana untuk memberi salam.
“Oh, hai.” Jawabnya acuh, kembali meraih kertas laporan yang tadi sempat ia banting.
“Kak Seungwoo sepertinya sedang sibuk, Youn sama Kak Sungjoo pamit dulu ya.”
Seungwoo tak menggubris, kepalanya riuh rendah dengan umpatan yag siap keluar.
“Kak Seungwoo, kami pamit dul-.”
“Ya sudah, kalau pamit ya pergi! Mengapa masih di sini?!”
“Hei, calm down, dude.” Lelaki yang bernama Sungjoo menarik Seungyoun ke sisinya.
Seungyoun terlonjak, “M-maaf, K-kak.” Tidak siap dengan bentakan Seungwoo.
Seungwoo mengusap wajahnya kasar, “No, I’m sorry, aku hanya sedang pusing dengan laporan bulanan, maafkan aku, Youn. Kau berkencanlah. Sampai jumpa.” Beranjak berdiri, tergesa memasukkan kertas-kertas berserakan ke dalam tas ranselnya dan melangkah pergi.
“Kak Seungwoo…” Seungyoun mengambil ujung jaketnya.
“I’m sorry, okay? Kakak tidak bermaksud.”
Seungyoun semakin mendekat, netranya sedikit berkaca, “Jangan marah.”
“No, I’m not. Just enjoy your date, yeah? I’ll call you tonight.” Seungwoo membiarkan telunjuk dan ibu jari mungil milik Seungyoun masih tergantung di fabriknya.
“Promise?” Seungyoun mengusap kelopaknya yang memerah.
“Hm… promise, talk to you later, Foxy.” Kini Seungwoo mencoba tersenyum, mengabaikan lelaki lain yang masih menunggu mereka. Jemari lentiknya ia larikan pada surai Seungyoun yang kian memanjang, menyelipkannya di belakang telinga, “See you.”
Seungyoun mengangguk, “See you later, Kak Seungwoo.” Akhirnya melepaskan cubitannya.
Seungwoo melangkah keluar café, memilih untuk pulang untuk mendinginkan kepala mendidihnya. Ia menoleh sekali lagi dan ia mengumpat.
Kemudian tersadar, “Kenapa aku mengumpat? Dan kenapa juga aku kesal? Astaga, sadarlah Han Seungwoo!” menepuk-nepuk pipinya hingga memerah, membiarkan pemikirannya berkecamuk.
.
.
.
Seungwoo baru saja akan menggigit bakso yang ia tusuk ketika obsidiannya menemukan Seungyoun memasuki kantin sekolah dengan wajah yang merona, di tangannya ada susu dan biskuit, di sebelahnya ada lelaki tinggi, yang katanya jika tersenyum secerah matahari.
Seungwoo melempar garpunya, mengenggak air putih dari botolnya dengan beberapa degukan, dadanya panas tanpa sebab.
“Ada apa, Woo?” Kim Kookheon menoleh penasaran.
“Tidak.”
Kookheon makin mengangkat alis, “Baksonya tidak dimakan? Kau bilang belum sarapan, kenapa malah dilempar.”
“Duluan.” Seungwoo beranjak tanpa mengindahkan pertanyaan Kookheon.
“Ya! Han Seungwoo!”
Seungwoo mengangkat tangannya dan melangkah keluar kantin.
“Kak Seungwoo!”
Namun, panggilan itu menghentikannya.
“Katanya belum sarapan, ya? Mama membuat bekal lebih, mama bilang kalau yang satu untuk Kak Seungwoo.” Seungyoun, pemuda yang memanggilnya tadi, menyerahkan satu kotak bekal berwarna oranye lengkap dengan satu botol jus wortel di tas jinjing transparannya.
Seungwoo memandangnya, tak mengulurkan tangan untuk menerima, “Nanti saja.” Kemudian berlalu.
“Kak!” Seungyoun mencegahnya, “Hyuk, aku pergi dulu ya.” Beralih untuk berbicara pada lelaki tinggi yang sedari tadi diam memperhatikan mereka.
Sebenarnya, seisi kantin yang hampir seluruh siswa ada di sana senyap karena Seungwoo dan Seungyoun. Menjadi tontonan gratis. Karena Seungwoo dan Seungyoun terkenal dengan titel ‘sahabat kecil’ yang menggemaskan, dalam arti konotasi dan denotasi. Menggemaskan jika sedang bercanda, dan menggemaskan ketika mereka ‘kurang sadar' dengan kedekatan mereka yang… bisa dibilang terlampau jauh.
Seungyoun mengunci tangan di siku milik Seungwoo, mengikutinya ke mana Seungwoo melangkah.
Seungwoo acuh, tungkainya ia arahkan untuk menaiki tangga, membiarkan meniti satu persatu hingga ke ujung. Ia membuka pintu yang menghubungan dengan atap sekolah. Membiarkan Seungyoun masih melingkupinya.
Seungwoo mendudukkan diri, kali ini Seungyoun melepaskannya.
“Coba bilang, Kak Seungwoo kenapa?” meletakkan kotak bekal di samping Seungwoo, sedangkan ia berdiri menyilangkan tangannya di depan dada.
“Tidak ada.” Seungwoo mengambil botol jus kemudian meminumnya.
“Kak Seungwoo sedang aneh, tidak mungkin tidak ada apa-apa.” Kali ini mendudukkan diri di samping Seungwoo.
“Hanya agak pusing, Youn. Tidak lebih.”
“Bohong, sejak aku berkencan, Kak Seungwoo sangat aneh. Sepulang dari pergi dengan Kak Seungsik dan Kak Sungjoo kemarin, Kakak bilang harus pulang ke rumah Kakak lebih dulu, sudah Youn turuti. Kakak bilang untuk bercerita mendetail, juga sudah Youn turuti. Hari ini, aku bilang ingin makan bersama Jinhyuk, tetapi Kak Seungwoo seperti ini. Youn hanya bingung, Kak.”
“Maaf Youn, Kakak hanya sedang pening. Maaf ya…” Seungwoo melunak, mulai memusatkan pandangannya pada pemuda yang kini duduk menghadapnya, menelisik garis wajahnya yang kentara. Jidat yang tidak terlalu lebar, alis yang mengintip, sepasang netra foxy yang memantulkan bayangannya, hidung bulat yang mengundangnya untuk menekannya, pipinya yang merona karena panas matahari, rahang yang lumayan tegas untuk seukurannya, dan sepasang bibir vermilion tipis kini menjadi fokusnya.
Seungwoo mengerjab dan menggeleng.
“Kak.” Seungyoun mengusapkan tisu pada ujung bibir Seungwoo yang terkena noda jus. “Jika ada sesuatu yang menganggu Kakak, Youn boleh membantu? Agar Kak Seungwoo tidak pening sendirian.
Seungwoo menggeleng, mengambil jemari Seungyoun yang masih menggantung di bibirnya, “Tidak, hanya masalah kecil sebenarnya, aku yang terlalu banyak pikiran saja.”
Seungyoun mengangguk, membuka kotak bekal dan mulai menyuapkannya pada Seungwoo. “Owkay, now say aaaa.”
Seungwoo tersenyum dan menurutinya, “Tumben sekali kau seperti kucing jinak hari ini.” Sembari jemarinya terulur mencubit hidung boopable milik pemuda di hadapannya.
Berbalas erangan dan pukulan keras di salah satu lengannya. “Ya! Berhenti memencet hidungku!”
Brunch mereka hari itu, berakhir dengan debatan tak perlu, tawa renyah dari Seungwoo, dan erangan frustasi milik Seungyoun.
.
.
.
“Kau tidak pergi berkencan?” Seungwoo berguling di ranjangnya, berbicara pada ponsel yang menyambungkannya dengan Seungyoun.
“Aku lelah pergi melulu dengan orang lain, hari ini aku ingin berkencan dengan Kak Seungwoo.”
Tanpa disadari, jantung Seungwoo bertalu sedikit cepat.
“Ey, sana kau tidur saja Rubah Kecil, aku tidak akan menemanimu ke perpustakaan kota.” Seungwoo menutup tubuhnya dengan selimut.
“Oke, aku akan mengatakannya pada Bunda jika anaknya tidak mau menemaniku.”
Dengan cepat Seungwoo menyingkap kain yang menutupnya, “Ya! Dasar tukang ngadu! Akan menemanimu, kau puas?!”
“Yeay!! You’re the best Han Seungwoo! See you in library!”
.
.
Pada akhirnya, Seungwoo yang menunggu.
Memilih tempat duduk di samping buku-buku fiksi, membiarkan jemarinya memilih satu buku untuk menemani.
Seungwoo hampir membaca seperempat isi buku yang tadi ia ambil, saat pemuda yang ia tunggu mendudukkan diri di depannya, lengkap dengan cengirannya, “Hehe.”
Seungwoo mengacuhkannya, bisa ia rasakan kerucut bibir yang kian maju dan dengusan yang mengeras.
“Stt, perpusakaan dilarang bersuara keras.” Seungwoo menaruh telunjuknyaa di depan bibir dan berbicara dengan berbisik.
“Kau mengacuhkanku.” Ia masih cemberut.
“Kau terlambat.” Seungwoo mengusak surai kecoklatan yang tertata rapi, kini masai.
“Berhenti merusak tatanan rambutku!”
“Ssttt.” Mengacuhkan untuk kembali menekuni buku yang dipegangnya.
Seungyoun memutar bola mata, kini menopang wajah dengan kedua tangannya yang ia jalin jemarinya. Memperhatikan ketegasan garis-garis wajah milik lelaki di hadapannya. Bibir tipisnya tersenyum, kemudian derijinya ia ulurkan. Menelusuri alis yang jauh berbeda dengan miliknya, mengusap kelopak mata yang mencekung, menekan sebelah pipinya, memutari bibir dan berhenti pada dagunya, mencapitnya dengan telunjuk dan ibu jari miliknya. Mengambilnya, mendekatkan diri, bibirnya ia biarkan bertemu dengan bibir yang lainnya, mengecupnya.
Seungyoun hampir memundurkan kepalanya jika saja tidak ada tangan lain yang menekan lehernya.
Bibir mereka terkulum satu dengan yang lain, tertutup oleh buku yang sempat dibaca oleh Seungwoo.
“Happy birthday, Foxy….” Seungwoo bersuara di depan bibirnya.
Seungyoun menelengkan kepala, pegal juga berciuman terhalang meja seperti ini, kemudian ia tersenyum, “Thank you, Kak.” Mengambil buku di atas meja dan menekan-nekan jemari lentik milik Seungwoo, “Mau mengabulkan permintaanku di umurku yang ke delapan belas ini?”
Seungwoo menoleh, “Tergantung..”
“Huh?”
“Kau mau menghabiskan sisa waktu hidupmu denganku?”
“Wow, it’s not a proposal, Mr. Han.” Seungyoun mengulum bibirnya.
“It will be.” Seungwoo beralih menggenggam deriji mungil milik pemuda di depannya. “Maaf bertingkah belakangan ini, kurasa… aku cemburu.”
Seungyoun hampir tertawa, namun ia tahan. “Aku tahu, aku hanya ingin melihat reaksimu saat aku bersama orang lain saja.”
“Belajar dari siapa kau mengerjaiku seperti ini?” Seungwoo mendekatkan wajah mereka, mempertemukan ujung hidung dan menggesekkannya.
“Dari ahlinya.” Seungyoun mendekat, mencuri satu kecup pada bibir milik yang lainnya, “My soon to be boyfriend.”
“It’s not soon, but now.” Seungwoo tersenyum, “And again, happy birthday, my boyfriend.”
Seungyoun mencekungkan pipinya, mencegah rona yang tersebar ke seluruh pipinya. “Thank you, mine…”
.
.
.
.
 ̄
“Thanks, Hyuk. Now I know how when Kak Seungwoo got jealous.”
 ̄
end
@coffielicious
kepada @ftirtaaaaaaa semoga kamu suka yaaa... maaf jika tidak sesuai ekspektasi...
mengambil prompt ini berarti harus menggali kenangan masa sma yang penuh dengan canda.. tetapi maaf saya kurang mengeksplorasi bagian itu..
anyway.. terima kasih telah menulis prompt ini!!
and to every readers... Have a good daayy!!
love yaa!!