and always will be

Seungzz one sided love, angst, oneshoot.

.

.

.

.

Sore ini cerah, Seungwoo memilih mampir ke rumah Seungyoun setelah ia pulang bekerja. Menemukan Seungyoun berbaring nyaman di ranjangnya, membiarkan cahaya matahari menelisik dari sela-sela gordyn yang terpasang sempurna di teralisnya.

“Pulang awal, Woo?” Seungyoun bergeser, memberi tempat untuk Seungwoo berbaring.

“Hm, semuanya sudah kelar, jadi aku pulang awal.” Seungwoo meletakkan tas kerjanya di kursi yang tersedia, menyampirkan jas dan bergabung dengan Seungyoun untuk membiarkan punggungnya bertemu empuknya kasur.

“Woo...” Seungyoun menyangga kepala dengan satu tangannya, matanya memperhatikan Seungwoo yang terpejam.

“Hm?” Menjawabnya setengah mengantuk.

“Jaewon menembakku.” Seungyoun kembali merebahkan kepalanya.

Ada diam yang mengudara.

“Kau menerimanya?”

“Emm, aku menyukainya, jadi aku menerimanya.” Seungyoun memiringkan kepalanya, lengannya ia buat bantal.

Good for you, i wish you two a happiness.” Seungwoo berkata masih dengan kelopaknya yang tertutup.

“Ngomong-ngomong Woo, aku ingin bertanya.”

“Kudengarkan,” jemari bertaut Seungwoo menyangga kepalanya sendiri.

“Kau pernah jatuh cinta? Selama ini aku tidak pernah mendengarmu bercerita tentang ketertarikanmu kecuali pada musik, itupun harus aku gali lebih dulu,” secara otomatis, bibirnya maju.

Seungwoo tersenyum, “pernah,” kali ini ia membuka mata dan menoleh, menatap Seungyoun, “aku pernah jatuh cinta, Youn.”

Seungyoun dengan cepat bangkit untuk duduk, “dengan siapa?!!?”

Seungwoo masih tersenyum, “seseorang,” mengelus lengan Seungyoun perlahan, “ceritakan padaku Jaewonmu.”

Seungyoun mencebik, “apa aku mengenalnya?”

“Entahlah,” memainkan jemari mungil Seungyoun, melukis gambar di telapaknya.

“Ya! Apa maksudmu?” Merebahkan tubuhnya kembali dengan sedikit keras.

“Aku tidak tahu kau mengenalnya atau tidak,” mengganti posisinya menjadi miring berbantalkan lengannya sendiri, “ceritakan padaku tentang Jaewonmu,” Seungwoo mengulang permintaannya.

Seungyoun menyerah, Seungwoo sedang mengalihkan pembicaraan, ia tahu, tapi ia menurutinya, menceritakan bagaimana Jaewonnya.

Seungwoo memperhatikannya, namun perlahan kantuk menyergapnya, membiarkan dirinya lelap dengan dongeng Seeungyoun tentang kekasih barunya.

.

.

.

“Kau pernah jatuh cinta?”

Terlalu sering, Youn...

“Dengan siapa?”

Kau...”

.

.

.

.

.

.

Seungwoo memotong daging steak dia tas piring untuk makan siangnya, menusuk dengan garpunya, dan memakannya perlahan, “jadi, apa maksud dari makan siang ini?” Membuka percakapan kembali dengan lelaki di hadapannya.

“Wah, kau menaruh curiga padaku?” Seungyoun menyeruput americanonya.

“Hanya tidak biasa.”

“Ada kabar yang menyenangkan, kau tahu tidak?”

Seungwoo mengangkat alis, “aku tidak tahu.”

“Astaga Seungwoo,” Seungyoun gemas, kaku sekali lelaki ini ya...

“Beritahu aku agar aku ikut bahagia, Youn,” pintanya sabar.

“Jung Jaewon melamarku!!!” Tawanya mengudara.

Seungwoo menggigit bibir, kemudian tersenyum cerah, “that's a big step, dua tahun cukup lah ya untuk berpacaran. I'm happy for you, Younnie.”

“Harus! Kau juga harus berbahagia.”

Sure,” ia merasa, americano kali ini terlalu pahit, “pastikan kau tidak pernah menyesal menerima lamarannya, Younnie.”

“Tidak akan pernah, Woo.”

Seungwoo mengangguk, ia rasakan hambar dari semua makanan di hadapannya.

.

.

Aku juga tidak akan pernah menyesal untuk jatuh berkali-kali untukmu, Cho Seungyoun.

.

.

.

.

Seungwoo diam di tempatnya, menelisik Seungyoun dari ujung kepala hingga kakinya.

Kau indah, dan di sini aku mereguknya tanpa susah payah.

“Ada apa?” Sosok indah itu bertanya, memiringkan kepalanya dengan begitu tampannya.

Seungwoo mengulurkan tangan, menepuk jas Seungyoun di pundaknya, “gorgeous.”

Seungyoun memukul lengannya main-main, “kemana saja kau tiga hari kemarin?”

Ke tempat di mana aku bisa mencintaimu dengan seluruh dunia yang ingin kumiliki bersamamu...

“Ke rumah nenek,” Seungwoo mendudukkan diri.

“Ya! Kenapa tidak mengajakku!?!” Seungyoun juga mendudukkan diri di hadapannya.

Hanya sedang ingin egois di mana aku mampu memilikimu dalam duniaku.

“Kau sedang sibuk dengan persiapan pernikahanmu Younnie, mana mungkin aku mengajakmu.” Bermain dengan beberapa pernak-pernik di atas meja rias.

“Ya, tapi kan kau sendirian ke sana, tidakkah kau kesepian?”

Tak pernah, kau selalu ada di pikiranku. Aku tak pernah kesepian.

“Tidak, lagi pula aku sedang ingin sendiri.”

“Kau berpamitan pada, ugh, seseorang yang kau sukai?” Seungyoun menatapnya lekat.

Tidak

“Tidak.”

“Kenapa?” Ia bertanya pelan.

Karena kau akan selalu mengacaukan seluruh kerja otakku.

“Dia sedang sibuk, aku tak ingin mengganggunya.”

“Kau sudah mengatakan perasaanmu padanya?”

Sesering angin sepoi menyentuh pipimu.

“Belum.”

“Kenapa?”

Karena kau adalah siang, sedangkan aku adalah malam.

Kau matahari dan aku ilalang.

“Karena waktunya belum pas.”

“Boleh aku bertemu dengannya?” Ada harapan dari suaranya.

Hanya aku yang boleh bertemu dengannya, biarkan aku egois.

“Aku tidak tahu di mana dia.”

“Maksudmu?” Alis tipisnya terangkat, penasaran.

Dia sedang berada di pelukan orang lain, dan akan selalu begitu.

“Entahlah, dia sedang sangat sibuk. Benahi jasmu, Seungyoun! Kau akan segera dijemput Jaewon.”

“Hm.” Menepuk pelan jas yang sebenarnya masih sangat rapi, bersiap untuk pulang dengan calon suami yang akan menjemputnya.

Hanya berharap seluruh waktu terhenti di mana kau ada di sampingku.

.

.

.

.

Seungwoo tersenyum, pada dua anak adam yang mengikat janji di peraduan.

.

.

.

Aku mencintaimu Cho Seungyoun

dan akan selalu begitu...

.

.

.

.

.

.

Aku kangen rssz, i really do. kangen banget sampe ngga tau lagi aku harus apa... aku kangen banget, mereka... kangen mereka bareng, kangen mereka, kangen... ya ampun aku nangis... huhu

@coffielicious