Buku Biru ─

.

Jinhyuk x Wonwoo AU

.

Sore menjelang malam, senja. Di ufuk barat masih terasa hangat. Lembayung jingganya menggantung gulung dengan sengaja di atas bumantara.

Meja-meja mengkilap terisi di beberapa sudut. Berteman dengan segelas kopi juga sepiring roti. Menelisik tiap tiap gawai yang mereka genggami.

Satu denting dan mampu mengalihkan atensi. Itu yang ia tunggu. Bersetelan jas kotak-kotak berwarna coklat. Berjalan tegap bersama buku dalam kapitan jari.

“Coffe latte satu.”

Menghampirinya, dengan suara berat seperti biasa.

“Atas nama?”

Terhalang satu meja seatas ulu hati.

“Jeon Wonwoo,” berujar acuh untuk berpaling mencari tempat rehat.

“Kak-”

Wonwoo berbalik mengangkat alis, bertanya.

Sang penerima pesanan tersenyum lebar, mengulurkan jemari untuk mengusap noda kecil di ujung pundak. Wonwoo sontak mundur sejenak, kemudian ia menepis deriji yang lancang berada di ujung lengan atasnya.

“Ups, maaf.”

Wonwoo tak menjawab, hanya berbalik kemudian mengedar untuk mencari tempat nyaman melihat tenggelamnya mentari.

.

Sedecak dari letak piring di atas mejanya mencuri perhatiannya sejenak. Mendongak dari kegiatannya membaca, menemukan lelaki yang ia lirik name tagnya dengan nama 'Lee Jinhyuk'

“Pekerja baru?” Wonwoo meloloskan pita suaranya.

“Oh, iya,” Jinhyuk mengangguk, masih berdiri di samping meja Wonwoo.

“Kenapa?” Wonwoo menoleh ke arahnya.

Jinhyuk tersenyum kikuk, mengelus belakang lehernya canggung, “tidak ada,” kemudian pamit undur diri.

Ini pertama kalinya mereka bertegur sapa. Jika hari yang lalu Jinhyuk hanya mampu memandangi dan mendengar suaranya dari jauh, kali ini ia bergantian shift dengan rekannya. Demi lelaki berkacamata yang datang ketika senja.

Oh! Sayangnya hari ini ia tidak berkacamata. Tetapi, tetap saja ia tampan seperti biasa.

.

“Satu cup coffee latte dengan sedikit gula.”

“Atas nama?”

“Hafalkan, Hyuk. Jeon Wonwoo. Apa lu punya ingatan jangka pendek?” Sewot sekali, tumben.

“Lucu liat lu ngomel begini. Iya, oke, Jeon Wonwoo.”

“Apanya lucu dah.”

“Jeon,” Jinhyuk menahannya ketika Wonwoo akan berbalik. Menyodorkan satu buku bersampul biru, “kemarin kebetulan lewat toko buku waktu di jalan pulang, mampir aja.”

Wonwoo tak langsung menerimanya, menatap buku dan Jinhyuk bergantian. Mengambilnya, “nanti boleh temenin ngopi?”

Jinhyuk melebarkan kedua maniknya, pita suaranya tertahan. Jemarinya menggantung di udara, membiarkan kinerja otaknya riuh tak tentu arah.

Membiarkan Wonwoo mendudukan diri di salah satu kursi ujung kedai kopi.

Jinhyuk berlari ke lavatory untuk karyawan, melompat setinggi yang ia bisa, “YAAASSHHH!!” Ia angkat kedua kepal tangan ke udara.

Membuahkan delikan heran dari para rekan-rekannya.

Kookheon menepuk punggung Jinhyuk keras-keras, “minum teh aja, Bro.”

Jinhyuk nyengir, memperlihatkan deretan gigi tanda bahagia yang tak tahu diri.

Jantungnya serasa terjatuh ke perut yang sudah penuh dengan riuh kupu-kupu. Juga berdebum dengan senyum yang tak luntur.

.

.

Untuk pertama kalinya, Jinhyuk merasakan dentam asa dalam dada.

Berlapiskan binar yang kentara, bersama senja ia mengatakannya.

“Lee Jinhyuk,” ia mengenalkan dirinya dengan sebenarnya. Bukan sebagai pekerja di balik meja.

Tersambut dengan apik, dibalas senyum tanpa rumpang tepat di depannya, “Jeon Wonwoo.”

Suara beratnya membasahi relung hatinya. Menyiram segalanya hingga tak biasa.

.

.

©coffielicious