Bungoppang ─

.

Part of Kue Beras AU

.

.

“Ini apa?” Seungwoo meraih kardus paket yang masih dibiarkan di atas meja oleh Seungyoun. “Kok dari bunda?”

Seungyoun membuka kulkas dan mengambil bungoppang untuk ia gigit sebagian. Menyodorkannya pada Seungwoo yang mulai mendudukkan diri di sofa.

“Iya, dari bunda buat Esa.” Seungyoun menjawab setelah menghabiskan kunyahan bungoppangnya.

“Perasaan aku ga pernah dikirim paket sama bunda, kenapa Esa dikirimin?” Seungwoo mengernyit, mengambil cutter dan membuka kardusnya hati-hati.

“Kakak tuh, lagi iri sama anak sendiri apa gimana?” Ia beranjak, mengambil minum untuknya dan Seungwoo.

“Ya lucu aja, Youn. Anaknya lho ga pernah diginiin, giliran cucunya....”

Seungyoun menggeplak lengan Seungwoo, “Ga boleh gitu, bahagia berarti bunda tuuuh.”

Seungwoo mengeluarkan isi paket yang ternyata berisi satu stel pakaian hangat, rajut. Dan ia yakin bahwa itu adalah rajutan bundanya sendiri.

“Sampe ngerajut sendiri. Bunda kayanya emang sebahagia itu deh.”

“Nah makanya, udah sana balik ke unit Kakak, ngapain masih di sini?”

“Ngusir?” Seungwoo mendekat satu duduk di samping Seungyoun. Memperpendek jarak mereka.

Seungyoun diam, menunggu. “Iya ngusir, gih sana balik.”

“Kalo ga mau?” Satu napas mereka seakan beradu.

“Ya kutinggal tidur.”

“Emang udah ngantuk?”

“Udah.” Seungyoun jengah, mendorong dahi Seungwoo menjauh darinya.

“Aku ada perjalanan dinas, Youn. Mau nginep sini dulu.”

“Lho kok ga bilang dari tadi?”

“Emang kalo bilang dari tadi, kenapa?”

“Aku suruh pulang buat beres-beres lah.”

“Astaga, itu udah. Makanya mau ketemu kamu sama Esa dulu.”

“Berapa hari?” Seungyoun kini yang mendekat.

Seungwoo menariknya, memposisikan diri untuk memangkunya dan menyelonjorkan diri di atas sofa. Merebah dengan membiarkan Seungyoun di atasnya.

“Tiga hari, kenapa?” Menatap tepat pada netra jernih milik lelakinya.

“Ga papa, yakin semuanya udah disiapin?”

“Udah, Sayang.” Mengulurkan jemarinya untuk mengelus surai kecoklatan yang kian memanjang.

“Mau.... balik, kan?”

Seungwoo membeku, tangannya berhenti, kemudian menelisik raut muka yang kini meredup. Beralih memeluknya, “Aku bakal balik ke sini, ketemu kamu lagi sama Esa.”

“Hm.” Menggumam di atas dadanya, mengukir garis tak tahu arah dengan deriji mungilnya. “Kamu belum ketemu mama juga, Kak.”

“Itu juga pengen Kakak bicarain, setelah dinas tiga hari, gimana?”

“Oke.”

“Coba dongak sebentar.”

Seungyoun menurutinya.

“Berat, pindah yuk.”

Seungyoun dengan sekuat tenaga menepuk dadanya, “Ish, ga usah nginep sini, sana balik!”

“Hahahaha, ya kan pegel, Sayang. Udah yuk ngambeknya, kamu ga seberat itu kok.”

Seungyoun memutar bola mata, beranjak dari atas tubuh Seungwoo. Menyusul Esa yang sudah terlelap untuk mengistirahatkan diri di sampingnya.

Seungwoo menutup pintu kamar, menelusupkan lengan di bawah kepala Seungyoun, membiarkannya menjadi bantalan.

“Ga usah, kan aku berat.” Ucapnya sembari mengangkat kepalanya.

“Sayang.... astaga, bercanda tadi. Biar kita bisa ke sini nemenin Esa bobo.”

Kerucut bibirnya masih terasa, Seungwoo mengabaikannya. Memilih mendekap Seungyoun dari belakang, memeluknya, membiarkan kesadarannya luruh bersama lullaby yang disenandungkan lelaki terkasihnya. Mengambil satu kecupan untuk didaratkan di bahunya, membisikkan kata yang selalu ingin ia ulang setiap harinya, “Have a good rest, My World.”

.

.

.

@coffielicious