Delimanjoo
.
Part of Kue Beras AU
.
.
.
Pintu berbahan kayu jati itu terbuka karena dorongan dari Seungyoun yang kemudian mengajak dua lelaki di belakangnya untuk masuk.
Meletakkan barang bawaannya di sofa, beranjak ke belakang untuk mencari sang mama.
“Ma! Youn datang!” Berteriak samar, bertolak ke arah dapur.
Membiarkan Seungwoo dan putranya duduk di ruang tamu.
Mama Cho menoleh dari kegiatannya. Berapron biru tua, bersanggul dengan anggun, berlapiskan midi dress berwarna broken white.
Seungyoun menghampirinya, memeluknya dari belakang dengan sayang.
Mama Cho membiarkannya, mencolekkan tepung pada ujung hidung milik kesayangannya.
“Ma, hidung Youn kotor.” Ia mencebik .
“Ey… apa tidak malu dilihat oleh Esa jika Pippinya seperti ini? Lho, mana Esaku?” Mama Cho celingukan mencari cucunya.
Seungyoun melepaskan pelukannya, memilih menyender pada meja marmer untuk menghadap mamanya.
“Emm… dengan papanya.” Berkata pelan sembari menelisik raut muka wanita yang masih dan akan selalu menjadi satu-satunya.
Mama Cho mengangguk dan tersenyum. “Oh… yang kapan hari Youn ingin kenalkan pada Mama?”
“Ya….”
“Ada apa?” Mama Cho mencuci tangannya, mengeringkannya dan membawanya untuk menggenggam jemari putranya.
“Apa Mama mau menemui Papa Esa?”
Mama Cho mengangguk, semakin menelusur pada jari jemari mungil milik putranya, mencoba menghilangkan gundahnya yang bahkan sebenarnya tidak berdasar.
.
.
Sepiring delimanjoo menjadi hidangan yang dibawakan oleh Mama Cho untuk menemani obrolan mereka.
Eunsang anteng, berada di pangkuan Eyangnya, mencomoti makanan ringannya dengan saksama.
Mama Cho telaten mengusap sekitar bibir Eunsang yang belepotan.
Han Seungwoo di sana, menautkan jemarinya gugup karena sama sekali belum diajak berbicara. Seungyoun di sampingnya tersenyum, melelehkan beberapa nervousnya.
“Jadi, Nak Seungwoo…”
“Ya… Nyonya Cho?” Gugupnya terlalu kentara.
“Apa motivasimu untuk bersama dengan putraku?”
“Sa-saya menyayanginya, Nyonya…”
“Dengan berniat mengambil darah dagingnya?” Berkata tanpa menoleh pada Seungwoo.
“Ma!” Seungyoun hampir beranjak dari duduknya.
“Kau bilang jika menyayangi putraku, tetapi kenapa melukainya saat saya yakin bahwa kau juga terluka saat mengatakan ingin mengambil Esa dari pelukan ayahnya?”
Seungyoun benar-benar beranjak dari duduknya, menggenggam jemari mamanya yang kini hampir menampilkan keriput yang kentara. “Ma…” Ia melirih.
“Sa-saya meminta maaf atas hal yang saya lakukan dan saya katakan pada putra anda, Nyonya Cho. Tetapi, mulai sekarang saya ingin mencoba melindunginya semampu saya.” Seungwoo juga beranjak dari duduknya, beralih menjadi berlutut. Menunduk, mencoba meyakinkan wanita yang menjadi kesayangan separuh hidupnya.
“Duduklah dengan benar, katakan dengan tegas jika memang mengharuskanku melepaskan putraku.” Mama Cho menepuk-nepuk punggung Eunsang yang mulai melemas karena mengantuk.
Seungwoo kembali duduk, dengan menunduk, memainkan jemarinya, mencoba kembali mengusir gugupnya.
Seungyoun beralih ke sampingnya lagi, mengelus lengan atasnya, mencoba menenangkannya.
“Apa pekerjaanmu?” Mama Cho mengecup kening Eunsang dengan sayang, membiarkan cucunya terlelap.
“Pegawai kantoran, Nyonya.”
“Jika aku memintamu untuk melepaskan pekerjaanmu itu, bagaimana?”
“Ma… isn’t it too much?” Seungyoun mencoba menengahi.
“Tergantung dengan apa yang akan Nyonya Cho tawarkan pada saya, karena saya yakin ini juga untuk kebaikan putra dan cucu anda, Nyonya.” Seungwoo mengambil deriji mungil Seungyoun dan memainkannya, mencoba memberitahu pada lelakinya, bahwa ia akan baik-baik saja.
“Lepaskan pekerjaanmu, lamar pekerjaan di kantor milikku, agar saya sendiri tahu bagaimana kinerjamu. Bukan dari jalur Seungyoun, kau usahakan dirimu sendiri untuk diterima di perusahaan milikku, buktikan jika kau pantas untuk putraku, Han Seungwoo.” Berkata dengan final, tanpa ingin adanya penolakan. Pelan, Mama Cho mengembuskan napasnya, semakin mendekap Eunsang dalam pelukan.
Seungyoun mengulum bibirnya, jemarinya mendingin dalam genggaman Seungwoo, netranya berkaca.
“Saya akan melakukannya, Nyonya. Saya akan melepaskan pekerjaan saya yang sekarang dan akan melamar pekerjaan di perusahaan milik Nyonya Cho.”
Jemari Seungyoun berjengit dalam genggaman Seungwoo, kaget dengan keputusan lelakinya.
Seungwoo menyadarinya, ia hanya semakin mengeratkan ikatan tangan mereka.
“Berusahalah.” Mama Cho beranjak dari duduknya, masih dengan menggendong Eunsang.
“Pulanglah Younnie, biar Esa bersama Mama, tenangkan dirimu sendiri dan mungkin… calon menantuku? Han Seungwoo… bisa membantu Mama menenangkan Putra Mama?”
Air mata Seungwoo mengalir, entah mengapa. Dengan pelan ia menjawab, “Sa-saya akan berusaha, Nyonya…”
“It’s Mama… my soon to be son in law…” Mama Cho menepuk pundaknya, seakan mengangkat beban yang secara sengaja ia tanamkan.
“Y-ya… saya akan berusaha, Mama…” Terbata dan terharu Seungwoo mengatakannya.
“Pulanglah… hei, malaikatmu aman bersama Mama, Sayang…” Kali ini mengambil Seungyoun dalam pelukan dengan Eunsang di antara mereka. “Tidak ada hamil sebelum kalian resmi menikah, mengerti?” Mama Cho mencubit hidung bulat Seungyoun main-main.
“Mama!” Sungutnya, lucu.
“Sst, cucu mama sedang tidur! Sana ambil sisa delimanjoo ini dan tenangkan dirimu. Mama akan istirahat.” Menepuk-nepuk punggung putranya dan menyematkan kecupan pada keningnya. “Hati-hati saat menyetir, Nak Seungwoo.”
“Iya, Ma…” Seungwoo tersenyum, berpamitan pada… calon mertuanya?
“Oh, lupa… kapan keluargamu akan kemari?”
“Hah? Oh!” Seungwoo menggaruk tengkuknya canggung, “Mung-mungkin saat Mama Cho benar-benar menerima saya.”
Mama Cho tersenyum dan mengangguk, “Baiklah… selamat berjuang, Nak Seungwoo.”
“Terima kasih Mama, saya akan berjuang hingga akhir.”
“Mama yakin kau akan melakukannya, pulanglah, rencanakan apa yang akan kalian lakukan selanjutnya.”
“Owkay Mama… Youn dan Kak Woo pulang~~” Seungyoun melepaskan genggaman Seungwoo dan memeluk mamanya, “Sampai jumpa esok hari, Mama.”
.
.
.
.
.
@Coffielicious