` Dua
Paginya lumayan berbeda, hari ini hari pertama ia akan menjejakan kaki di jenjang sekolah yang lebih tinggi. Rasanya... campur aduk?
Kerah kemejanya ia betulkan beberapa kali, menelisik tas jinjingnya, adakah sesuatu terlewat atau tertinggal. Kancing lengan bajunya ia kaitkan. Sabuknya ia kencangkan.
Selukis bibir melengkung coba ia tampilkan.
Tungkainya beranjak, lengan kanannya ia ulurkan untuk menjinjing wadah buku yang tak seberapa. Bertolak pergi.
“Aku berangkat.”
.
Satu kedipan, Elang memandang dengan saksama. Ia tahu seseorang yang sedang berdiri dengan posisi tegap, istirahat di tempat. Memori otaknya mundur ke beberapa waktu lalu.
Senja, sungai, dan pergelangan kaki yang terkilir, serta satu patah dua patah kata yang tertukar.
“Bintang.”
Ia bergumam pelan, menemukan satu nama dalam memorinya.
.
Hari pertama dan MOS, menguras semua tenaga. Beruntung saja sekolah ini tidak besar tidak pula terpencil. Tanpa perploncoan hanya sedikit gertakan.
Elang sudah membuat sedikit kekacauan, menumpahkan es teh pada teman sekelasnya, ia hanya melirik, meminta maaf acuh dan pergi. Juga desas desus tentang ia lulusan salah satu junior high school ternama di luar kota.
Kedikan bahu acuhnya, terpampang nyata saat ia didapuk menjadi salah satu ketua kelompok. Netranya nyalang, mencari sesosok lelaki yang lebih pendek darinya, namun ia mampu asumsikan bahwa ia sebagai kakak tingkatnya.
Ia datang, dengan setumpuk stopmap, berbicara pada rekannya. Kemudian pupilnya bersibobrok dengan Elang. Sedikit, kelereng itu melebar.
Elang tak acuh, memilih untuk berkutat pada kegiatan awal, menyiapkan catatan.
.
Masih di hari pertama, siang hari. Diisi oleh pemateri-pemateri yang membuatnya sukses tak mampu menahan kantuknya. Berakhir ia menghadap wakil panitia MOS.
“Lang, lu tidur.”
“Iya, tau. Ngantuk, maapin. Udah, gue mau dikasih hukuman apa?”
“Lu ga lupa gue kan?”
“Ngga.”
Elang memainkan ballpoint disela jemarinya.
“Hukumannya, ntar sore pulang sama gue.”
Elang mengangkat satu alisnya, bertanya.
“Ke sungai yang waktu itu, kan rangkaian MOS sampe sore banget, jadi bisa liat senja bareng.”
“Ga, Tang. Gue ada acara, diganti aja hukumannya.”
“Lu, nolak gue?”
“Iya.”
Bintang meringis pelan,
“oke, dateng lebih pagi 2 hari kedepan, bersihin aula dan ga ada tidur waktu pemateri ngasih bahan.”
“Iya, udah kan?”
“Lang, bawa ponsel?”
“Bawa, mau lu sita?”
“Kaga, bukain coba.”
“Mau lu apain?”
“Add line. Lang?”
“Apa lagi?”
“Coba panggil nama gue.”
Elang diam, tapi setelah itu, ia menatap Bintang.
“Halo Bintang.”
Bintang terpaku pada selukis senyum yang merekah di bibir pemuda di hadapannya, otaknya chaos, kedipannya terlupa, dan satu tepukan menyadarkannya.
“Gue balik.”
Bintang menyadarkan diri, napasnya yang tadi tertahan ia embuskan perlahan.
“Oalah, Elang brengsek. Kenapa gue begini coba.”
.
©loveedensor2019