GyuHao Short AU

.

.

promptnya dari sini

Hao yang lagi menghibur bayi gedenya yang ngambek karena hao ngebatalin janjinya buat makan malem soalnya ada pemotretan mendadak

tw nya : fluff, lovey dovey gyuhao, non baku conversation

please aku kangen banget sama mereka ditambah sebenernya lagi seeking some ideas buat nulis, tapi pokoknya kangen gyuhao banyak banyak.

.

.

Ruang pemotretan masih ramai, padahal jam di ujung ruangan sudah hampir melewati hari.

Minghao duduk manis, membiarkan managernya membantunya membenahi antingnya yang sempat tersangkut kostum yang ia pakai.

“Sakit banget ngga telinganya?” Managernya terlihat khawatir.

“Udah redaan kok, maaf ya Bang, jadi ngulur waktu sampe hampir pagi gini.” Minghao berdiri, bersiap untuk kembali berpose, dengan kostum terakhirnya hari ini.

“Kami yang harusnya meminta maaf karena jadwal yang mendadak, Kak Hao,” seorang lelaki mendekat, memberi satu botol minum untuknya.

Minghao tertawa renyah, “ngga papa sih di gue, jadinya besok bisa satu day off sekalian sampe weekend, kalian nih yang harus kejar deadline, yang semangat ya! Makasih juga minumnya!” Menggoyangkan botol dalam genggamannya.

“Pasti, Kak! Dan sama-sama!” Beberapa orang menyahutinya.

.

.

Hampir pukul satu, kini ruangan mulai kosong, Minghao mengibaskan rambutnya yang ia biarkan memanjang hingga menutupi lehernya.

“Bang, nanti drop di apartemen cowo gue aja ya, biar Abang ngga kejauhan pulangnya, muter balik ntar yang ada.” Minghao menenteng tasnya seraya berjalan keluar bersama managernya, “saya duluan ya temen-temen,” tak lupa pula berpamitan dengan staff pemotretan yang tersisa yang dibalas dengan ramah.

“Lho, Mingyu udah pulang? Katanya lagi ke luar kota?”

“Udah, tadi sore. Sebenernya mau dinner juga, tapi ada pemotretan mendadak gini, jadi ya ditunda dulu.”

“He? Ngga ngambek tuh?”

Minghao hanya tertawa menanggapinya, “udah yuk ah jalan, keburu pagi ntar abang dikira nyewa kamar lagi.”

“Udah pagi! Sembarangan Hao kalo ngomong!” managernya memukulnya main-main.

.

.

Rumah lelakinya lengang. Lampu temaram di ujung ruangan menjadi setitik terang. Minghao melangkah pelan, mencoba mencari keberadaan bayi besarnya, tidak ada di ruang tengah, mungkin sudah tidur.

Ia membuka perlahan pintu kamar, gelap, dan gundukan di kasur menjadi petunjuknya. Bergegas ke kamar mandi untuk sejenak membersihkan diri kemudian mengganti pakaiannya dengan piyama yang ada.

Ia menelengkan kepala,membiarkan tulang-tulang lehernya merilekskan diri, beranjak ke ranjang untuk kemudian merebahkan tubuh lelahnya.

“Jahat banget.”

“Wah!” Minghao memegangi dadanya, “astaga Gyu, aku kira udah tidur,” memiringkan badannya, menyangga kepala dengan salah satu tangannya, sedangkan jemari lainnya ia larikan pada surai Mingyu, mengelusnya perlahan.

“Kamu jahat banget.”

Manyun.

Ya ampun, kok gemas…

Minghao tersenyum, “gemes banget, jahat kenapa?”

“Batalin dinner, pulang pagi, ngga ada kabar juga setelah chat terakhir kamu kabarin kalo ada pemotretan mendadak.” Mingyu mendekat, membiarkan indra penciumnya penuh dengan bau tubuh lelakinya, memasrahkan kepalanya mendusel di pundak milik separuh hidupnya.

“Maafin…” Minghao membiarkan tubuhnya terkungkung dengan badan besar Mingyu.

“Ngga mau.”

“Ya udah, lepas aja ini ngelilit badan aku.”

“Ngga mau juga.”

Menghela napasnya, “tadi pemotretannya dimajuin, biar besok jum’at bisa libur bablas ke weekend, Gyu.”

Mingyu tak menjawabnya.

Weekend aku buat kamu lho Gyu, ngga mau juga?” Mencoba membujuknya, kali ini kepalanya sudah ia tempelkan pada bantal di bawahnya.

“Ngga boleh bangun pagi, aku mau cuddling,” berkata di lehernya.

Minghao meringis, “iya.”

“makan siangnya kamu yang masak,” jari panjangnya membuat peta di punggung Minghao.

“Iya, tapi ujung-ujungnya juga kamu yang masakin aku,” lengannya ia sisipkan di bawah leher lelaki yang mengisi hari-harinya.

“Hm… malemnya dinner di luar, ngga boleh batalin, apapun itu.”

Minghao tersenyum, kali ini mencium kening Mingyu, kemudian memeluknya, “iya, Sayang. Dimaafin ngga ini jadinya?”

Mingyu mendongak, netranya, yang mengerjab, seperti anak anjing yang mencari elusan.

Minghao menahan napas, dan membawa bibirnya untuk bertemu bibir yang lainnya.

A little light peck.

“Aku kangen,” kecupnya, “kangennya pake banget,” dua kecup, “pokoknya kangen.”

Minghao maju, menciumnya basah.

“Istirahat ya, cape juga pasti,” berkata setelah melepas tautan bibir mereka, mengulurkan ibu jarinya di bibir mingyu yang memerah.

“Kamu ngga kangen aku?” rajuknya.

“Astaga, ciuman tadi jawabannya, Gyu.”

“Bilang dulu,” hidungnya mengkerut.

Minghao mencubit pipi Mingyu yang kini menirus, “kangen, kangen, kangen, kangeeeeenn banget. Puas?”

Kali ini mingyu tersenyum, senada pula dengan minghao. Badannya ia majukan, berbagi satu bantal, bertindih kaki, lengan yang tergelung.

“Kamu kerja keras banget, kamu harus jaga kesehatan, kamu cintaku soalnya,” berkata di dada Minghaonya.

“Aku tahu, soalnya kamu juga cintaku,” senyumnya tak luntur dari bibirnya.

Debar jantung yang seirama dan deru napas yang senada menjadi penghias mereka.

Hening.

Tautan lengan mereka mengerat, memeluk satu dengan yang lainnya, menyelami afeksi yang mereka bagi di ujung hari.

Kemudian, perlahan, mereka terjatuh ke alam mimpi. Bersama dengan seluruh asa yang mereka rajai.

Selamat beristirahat... sampai jumpa esok hari.

.

.

.

.

.

-kkeut!

makasih banyak udah baca sampe siniii!! maaf sayangku kalo ngga sesuai sama bayangan kamu yaaa @bluepixiedust have a good rest... see you tomorrow

@coffielicious