Hot Chocolate -

.

Part of Kue Beras AU

.

Hujan, jendela mengembun sempurna. Menunaikan titik-titik yang memperindah pandangannya. Cahaya lampu temaram, berkelip mengagumkan.

Seungyoun menyalakan humidifier di ujung ruangan. Menyelimuti Eunsang di atas ranjang. Menepuk-nepuk punggung agar semakin lelap.

Malam semakin larut, tetapi Seungyoun sama sekali tidak mampu memejamkan maniknya barang sejenak. Sudah mencoba menghitung domba, membaca jurnal, dan aktifitas membosankan lainnya. Ia juga mencoba membuat susu. Tetap saja melek semakin lebar.

Menyetelkan instrumen untuk Eunsang, ia ingin mencari udara malam menjelang pagi, sejenak.

Memilih turun ke minimarket terdekat, memperhatikan ponsel yang terhubung dengan cctv di kamarnya yang masih dihuni Eunsang sendirian. Agak khawatir sebenarnya. Tetapi ia perlu angin malam, tidak lama.

Membeli ramen dan menyeduhnya di sana. Masih dengan memperhatikan ponsel. Ia menandaskan makanannya. Meneguk air yang dibelinya.

“Sendirian?” Sesosok lelaki menghampirinya duduk tepat di samping kursi miliknya.

“Huum,” Seungyoun mengangguk.

“Esa?” Melepaskan jaketnya untuk kemudian ia sampirkan pada Seungyoun.

“Ini,” Seungyoun menoleh, memberikan layar ponsel menampilkan Eunsang yang masih lelap.

“Kenapa?”

“Kenapa apanya?” Meletakkan ponselnya dalam mode berdiri, masih terus memperhatikan setiap gerak kecil yang Eunsang buat.

“Kenapa pergi udah hampir pagi begini?” Seungwoo mengelus pelan surai Seungyoun yang berantakan. Seungwoo sedikit bersyukur, Seungyoun tidak menolak sentuhannya seperti yang lalu-lalu.

“Ga bisa tidur, Kakak ngapain di sini?”

“Lembur, kebetulan aja akhir tahun, banyak yang harus dikerjain.”

Seungyoun mengangguk, beranjak untuk membayar makanannya yang ternyata didahului oleh Seungwoo.

“Aku ditraktir? Apa perlu imbalan?”

Seungwoo terkekeh, merapatkan jaketnya yang menggantung di pundak Seungyoun. Menariknya dalam satu lengan, membawanya mendekat. Tinggi mereka yang tak jauh berbeda tak menghalanginya untuk lengannya menurunkan diri. Menemukan tempat istirahat yang pas untuk lengan kanannya, di pinggang Seungyoun.

“Ngapain coba, Kak?” Ia sama sekali tak mencoba melepaskan diri.

“Biar capenya ilang.”

“Biar cape hilang tuh ya istirahat,” membiarkan lelaki yang lainnya bersandar selama perjalanan mereka menuju unit tempat tinggal.

Gerimis rintik menemani perjalanan pendek mereka. Menyelaraskan langkah dengan tungkai yang sempurna tanpa disengaja.

Seungyoun masih berfokus pada telepon genggamnya, lega ketika Eunsang masih dalam lelapnya.

Lift naik terasa begitu cepat, masih dengan Seungwoo yang mengistirahatkan lengan pada pinggangnya.

“Cape banget, ya?”

Seungyoun mengusak surai lelaki lainnya, mengelus salah satu pipinya dan menepuknya pelan.

“Lumayan. Kamu anget, Youn.” Seungwoo mengeratkan lengannya pada pingggang Seungyoun.

Bunyi lift berdenting membuat mereka membuat jarak sedikit. Keluar dari lift bersama.

“Mau mampir? Aku bikinin cokelat hangat.”

Seungwoo menatapnya dengan netra teduhnya. Menyiratkan lelah yang sangat kentara. Seungwoo terbiasa dilayani, kan? Mungkin hidup sendiri di beberapa bulan ini membuatnya lelah. Tidak ada salahnya Seungyoun menawarkan untuk mampir sebentar, bukan?

“Ngerepotin kamu, ntar.”

Seungyoun menatapnya dalam, obsidian lelaki di depannya semakin layu. Membawa Seungwoo dalam genggamannya, “ayo!”

.

Menyiapkan air hangat untuk Seungwoo bebersih, kemudian membuatkan cokelat hangat seperti yang ia katakan tadi. Setelah sebelumnya menengok Eunsang yang masih sangat nyenyak mengarungi alam mimpi. Mengecup pelipis putranya.

Ia keluar, membawa setelan kaos dan celana. Itu milik Seungwoo, Seungyoun masih menyimpannya.

Dulu, sewaktu Eunsang masih dalam kandungan, ia sering memeluk beberapa barang yang ditinggalkan Seungwoo di unitnya. Untuk sekadar penawar rindu.

.

“Coklatnya nanti aja, Youn.”

Seungwoo menghampirinya ketika Seungyoun menandaskan satu cangkir cokelat hangat yang baru saja ia seduh. Masih dengan setelan kaos dalam genggamannya.

Menoleh, menemukan Seungwoo yang menggulung kemeja kerjanya.

Seungyoun beranjak dari duduknya, meletakkan kaos yang tadi ia bawa, berdiri tepat di depannya. Jemarinya naik, mencoba membuka dasi yang seakan mencekik leher yang lainnya.

Seungwoo diam, menahan napas semampunya, Seungyoun sejengkal di depannya. Merabakan derijinya pada tubuhnya meski terhalang fabrik kemeja. Netranya turun, menelisik pada bibir vermilion yang bergumam tentang beberapa hal.

Tombol sirene dalam otak Seungwoo riuh tak terkendali.

“Ka-”

Seungwoo menahan pinggangnya telak, menempelkan tubuh mereka tanpa jarak. Mempertemukan belah tipis bibir yang sedari tadi menjadi fokus dalam pikir. Melumatnya, mencoba menyapa lidah dan menelisik apa yang ada dalam rongganya.

Kalungan lengan di lehernya membuatnya memperdalam jelajahannya pada indra pengecapnya. Menahan belakang kepala milik yang lainnya dengan jemari lentiknya. Salah satunya ia biarkan menelisik dalam kulit punggung yang kian menghangat.

Tepukan di dadanya menyadarkannya. Melepaskan tautannya, menyisakan benang liur yang kentara. Ibu jarinya mengusap bibir yang kini memerah mengagumkan.

“You taste sweet, as always.”

Seungyoun menunduk, membiarkan tubuhnya lunglai dalam dekap lelaki di depannya. Membiarkan kepalanya beristirahat pada bahu lebar yang tadi hampir mengambil seluruh napasnya. Membiarkan beratnya bertumpu dengan ikhlas pada lelaki yang begitu dirindunya.

“Kak, i miss you.”

Mengatakannya dalam satu napas, kembali untuk mencuri satu kecup dua kecup untuk ia reguk dalam rindu yang bertumpuk.

“Youn, hei,” menahan Seungyoun yang akan mengecupnya kembali. Rindunya tersampaikan, juga dengan Seungwoo yang menyalurkan setitik perasaan.

Menggoyangkan badan mereka ke kiri dan ke kanan. Agak menimang bayi besar yang tadi ia bilang sulit untuk memejam.

“Tidur ya?” Seungwoo mengelus pelan punggung Seungyoun.

“Kak.”

“Hm?”

“Kak Seungwoo?”

“Ya, Youn?” Meregangkan pelukan mereka, menemukan Seungyoun dengan mata yang memerah. Mengusapnya pelan, menurunkan setetes air mata yang tadi tertahan.

“Please stay, don't go away.”

“I'll stay,” membawa Seungyoun dalam gendongan untuk ia rebahkan tepat di samping Eunsang. Meninabobokannya dengan lullaby yang ia perdengarkan.

“I miss you too, Seungyoun.”

Mengecup pelipisnya, menghantarkan Seungyoun ke alam mimpi.

.

.

©coffielicious