Keripik Kentang ─
.
Part of Kue Beras AU
.
Seungyoun mengetahuinya ketika ia berkunjung ke kantor lamanya untuk mengundang teman-temannya menghadiri syukuran.
Ulang tahun Eunsang jatuh sebentar lagi. Mantan rekan kerja yang kini masih menjadi temannya ia undang, hitung-hitung untuk memperamai cafe ramah anak yang akan menjadi rintisan usahanya.
Seungyoun kali itu sendiri, karena Eunsang sedang dibawa oleh Jinhyuk dan Wooseok makan siang. Ia berada di lobby, ketika menemukan Hangyul juga yang lainnya.
Berbasa-basi sejenak dan banyak yang menanyakan Eunsang.
“Esa mulu, kenapa bukan gue aja yang dikangenin?”
“Kalo boleh kangenin Pak Cho mah, udah dari awal.”
Itu Yohan, dengar-dengar sih calonnya Hangyul.
“Yee, kalo Yohan mah ga boleh, ntar gue udah jadi tatakan taekwondo.”
Candanya masih berlanjut hingga salah satu dari mereka mencari nona Kim dan juga celetukan yang lainnya membuat kepala Seungyoun pening.
“Kasian sih, abis operasi gitu malah cerai. Tapi ya gimana lagi, mantan suaminya juga berhak bahagia. Moga aja nona Kim dapet pengganti yang baik.”
“Sorry, gue salah denger apa gimana. Nona Kim, cerai?” Seungyoun mencoba menerka informasi yang baru saja ia dengar.
“Bentar, gue butuh ke toilet.”
Seungyoun undur diri sejenak, membasuh mukanya kasar.
Setelah selesai dengan urusannya ia kemudian menyampaikan tujuannya mampir ke tempat kerja.
“Gue ke sini mau ngundang kalian aja sih, ke ulang tahunnya Esa. Sekalian ngeresmiin cafe ramah anak yang bakal jadi rintisan gue.”
“Oalaahhh, ultah Esa toh. Lha cafe ramah anak kek mana bentukannya, Pak?”
“Ramah buat anak-anak, anak muda sama sekalian yang penat juga. Ya cari pasar baru aja sih, biar ga melulu tentang kopi dan senja.”
“Eaaaa. Dapet aja nih entrepreneur baru. Iya, Pak kita bakal dateng. Masih punya grup kita kan?”
Seungyoun mengangguk, kemudian pamit undur diri setelah menginformasikan beberapa hal.
.
Ia penat, memilih membelokkan mobilnya pada toko camilan di ujung jalan.
Dan entah sial atau keberuntungan ia bertemu nona Kim yang memborong satu plastik keripik kentang.
“Nona Kim.” Seungyoun membungkuk sopan.
“Seungyoun, hai!” Ia menyapa begitu riang, “apa kabar?” Lanjutnya.
“Baik, Nona.”
“Syukurlah.”
Ketika Minseo baru saja akan membayar keripik kentangnya, Seungyoun mendahuluinya. Ditolak dengan halus, namun Seungyoun memaksa.
“Apa boleh mengobrol sebentar, setelah ini?”
Seungyoun membawa bingkisan camilannya di jemari sebelah kiri.
Kim Minseo mengangguk.
Ada satu bangku di depan toko, mereka mendudukan diri di sana. Menghadap lalu lalang kendaraan yang masih berjuang mendapatkan jalan di siang kerontang ini.
“Nona, sehat?”
“Sehat banget, Seungyoun.”
Setelah itu, diam. Menghela napas berat kemudian menerka pelan.
“Nona, maaf sebelumnya, apa benar Nona bercerai?”
Seungyoun mengatakannya setelah mengumpulkan seluruh keberanian yang ia miliki.
Minseo masih saja tersenyum anggun, menyampirkan surainya kebelakang telinga.
“Ya, Youn. Kami memilih bercerai.”
Suara klakson di depan sana, tidak membuat getar di antara mereka mereda.
“Aku, minta maaf.”
Seungyoun menunduk dalam.
“Ga ada, kita semua salah dan pincang dengan porsi masing masing. Aku juga ga mau ngasih cinta terus-menerus dan sendirian. Cape, Youn. Jadi lebih baik dilepaskan, kan?”
Seungyoun mendengarnya seksama. Memandang Minseo yang menerawang jauh.
“Kapan?”
“Sekitar sebulan setengah ini kayanya udahan. Youn, tolong jangan ngerasa bersalah, hm? Karena kita punya kebenaran kita sendiri.”
Minseo kali ini menggenggam tangan Seungyoun dalam pangkuannya.
“Aku yang udah bener pertahanin rencana, Seungwoo yang udah bener berbakti sama orang tua, dan Youn yang udah bener mau pertahanin Esa.” Minseo memandangnya tepat di maniknya.
“Aku masih punya banyak orang yang perlu aku cintai dan juga cinta yang equal, Youn. Kalian, masih punya cinta buat masing-masing. Aku ga bisa diem gitu aja. Aku ga mau jadi penghalang cinta kalian, apalagi kalian punya Eunsang.”
Genggamannya mengerat, kali ini jempol yang lentik milik wanita di depannya mengelus punggung tangannya pelan.
“Jadi, tolong sempurnakan cinta kalian ya.” Senyumnya menenangkan, salah satu jemarinya mengangkat, merapikan surai Youn yang berantakan.
“Jangan ngerasa bersalah, aku yang nyuruh dia buat ngejar kamu juga. Biar cinta kalian sempurna.”
“Tapi,” netra Seungyoun berkaca-kaca.
“Hush, udah jadi Pippi. Disimpen dulu nangisnya,” menepuk sayang pipi Seungyoun.
“Kalo Youn pengen tanya, apa aku masih cinta Seungwoo, jawabannya masih, Youn. Masih cinta banget sama dia. Tapi, aku juga ga bisa maksain yang pasti bikin aku tambah sakit. Aku lega banget ngelepasin dia. Kalo boleh jujur, aku kadang suka lewat depan unit kalian. Nemuin Seungwoo yang mukanya lebih cerah.”
Minseo berhenti sejenak, kembali menepuk-nepuk pipi milik Seungyoun gemas, “karena kamu kayanya deh.”
Senyumnya cantik sekali.
“Ngga ah, mana ada?”
“Lho beneran. Malah kapan hari tanya tentang bikin kue beras. Dia jadi lebih terbuka, dan makin ga asing. Makasih, Youn. Makasih banyak.”
Seungyoun meluruh, mengapa Minseo malah berterima kasih padanya?
“Ngga, aku yang makasih banyak. Aku yang makasih sama Nona, Nona harusnya benci aku kan, karena ngehancurin hubungan kalian?”
“Ngga, karena aku cuma perantara. Buat jembatan cinta sempurna kalian. Buat kali ini misi aku udah selesai. Tinggal nanti kalian gimana.”
Minseo memberikan satu botol air mineral dan mengusap mata berkaca Seungyoun yang hampir menjatuhkan airnya.
“Mulai saat ini, anggap aku kakakmu, boleh? Kalo ada apa-apa bilang yaa? Nona sayang banget sama Youn. Makasih udah berjuang sejauh ini.”
Seungyoun menjatuhkan plastik yang sedari tadi digenggamnya, beringsut untuk memeluk wanita anggun di hadapannya. Membisikan banyak terima kasih karena telah menjadi Kim Minseo yang tegas, anggun, nan bersahaja.
Seungyoun seperti anak kecil dalam pelukan Minseo, merengek tentang terima kasih yang tak henti.
Minseo sampai harus mengancam untuk menelpon Seungwoo jika Seungyoun masih saja bandel.
“Udah ya, diliatin orang-orang.”
“Maaf ngajak ngobrolnya di sini.”
“Ga papa, hemat. Ga jajan.”
“Kak Minseo.”
“Aduh lucu banget, sini cubit.”
Minseo benar-benar mencubit pipinya.
“Boleh manggil Kak Minseo?”
“Boleh banget, uwu~”
Seungyoun tersenyum sipu. Melihat wanita di depannya.
Masih terlalu amazing menemukan wanita kuat setelah mamanya.
“Makasih banyak, Kak. Kakak mau dateng ke ulang tahun Esa engga?”
“Lho, aku diundang nih?”
“Iya, mau ya?” Seungyoun mengoyangkan genggaman tangan mereka.
“Mau banget kalo itu. Esa sehat-sehat, Youn?”
“Sehat banget, lincah banget. Aku yang cape.”
Minseo mengelus lengan atas Seungyoun yang terbentuk sempurna. Sepertinya ia masih menyempatkan diri untuk olahraga rutin.
“Boleh loh kalo kapan-kapan dititipin.”
“Kakak ada-ada aja. Ini mau balik kantor atau pulang?”
“Tadi izin, sih. Jadi ya mau pulang aja.”
“Aku anter ya, Kak? Harus mau, ga boleh nolak.”
“Iya, bandel banget kamu. Anterin sampe rumah, kayanya tadi pagi aku bikin kue kering. Siapa tau Esa suka.”
“Wah, ini mah rezeki. Aku juga mau.”
.
Seungyoun mengantarkan Minseo sampai rumahnya. Mendapat setoples kue kering untuk ia bawa.
Menyusul Jinhyuk juga Wooseok yang membawa putranya.
Memilih untuk tidak menceritakan apa yang dialaminya.
Pikirannya masih terlalu berkecamuk sebenarnya.
Bercerai adalah satu kata yang tak pernah ada di benak Seungyoun bagi pasangan Seungwoo dan Minseo.
Karena Seungyoun selalu berharap mereka bersama untuk waktu yang lama.
Tetapi banyak pemikiran manusia yang terlalu rumit namun juga mengagumkan. Jika dibarengi dengan perasaan maka akan lebih memiliki arti yang tak mampu terpecahkan.
.
Kali ini tinggal menunggu aksi dari kedua belah pihak, akankah maju atau mengalami kemunduran.
Selamat berjuang untuk meraih cinta sempurna kalian!
.
.
©coffielicious