Mandu-
Bermarga Cho, terbiasa dipanggil dengan Seungyoun. Memilih untuk memiliki unit sendiri setelah mendapat pekerjaan mapan di kota besar. Meski seluruh kebutuhan miliknya sudah terpenuhi oleh keluarganya.
Ibunya tak pernah melarang apapun. Hanya mengarahkan hal hal yang mungkin perlu Seungyoun ketahui, atau yang sekiranya ia belum mengerti.
Ayahnya pergi, memilih untuk bertemu Tuhannya terlebih dahulu, menjadi salah satu bintang untuk Seungyoun rindukan.
.
“Aku hamil.”
Mengatakannya dengan enteng ketika ia duduk di kediaman ibunya. Menyesap teh mint segar yang selalu menjadi favoritnya.
Pupil mata ibunya hanya melebar sedikit.
Ia terkejut, Youn tahu, sangat. Tetapi memilih untuk tenang.
Youn ingin menangis, bukankah ini telah mencoreng arang di muka ibunya. Tetapi, usapan pelan di punggungnya membuat ia mendongakkan kepala.
“Berapa minggu?”
“Jalan 9 minggu, Ma.”
“Wah, pasti kuat sekali. Kapan akan Youn periksa lagi?”
“Hm? Mungkin minggu depan, di tempat Jinhyuk praktek.”
“Kabari Mama, hm? Biar mama antar.”
“Bukankah merepotkan?”
“Merepotkan apa? Astagaaa, dia juga cucuku, Youn. Dan ngomong ngomong, pindah di sini dulu aja. Mama pengen ngurusin Youn.”
Youn diam, beringsut turun dari kursi, bersimpuh di kaki mamanya, kemudian tersedu. Ia tak mampu membendungnya, di hadapan orang pertama yang ia sebut namanya.
.
Memasuki 11 minggu, Youn terkadang masih muntah-muntah. Tidak apa. Sudah agak berkurang dibanding yang lalu.
Oh! Tentang ngidam, tahu apa? Ia ingin sekali banyak boneka, mulai dari beruang, kera, gajah, bahkan snoopy. Mamanya lumayan protes ketika satu waktu, sepulang mereka memeriksa kandungan, Seungyoun memborong boneka putih snoopy, mulai dari sekecil ganci sampai setinggi orang dewasa.
Mama Cho menggeleng gemas. Kemudian mencubit pipi Youn yang menggembil keras keras. Tak lupa kecupan singkat ia semat.
.
Tepat minggu ke-16, Youn kembali bertemu Jinhyuk.
Kali ini sangat berseri, Jinhyuk bilang, bayinya sehat dan ia sudah diberikan nyawa.
Ah, terharu sekali.
Juga, ia melihatnya lewat USG. Tetesan haru menyelubunginya.
.
Dimulainya tengah trimester ke-dua ini, Youn rajin berolahraga ia juga memilih untuk mengambil cuti.
Padahal awalnya ingin resign saja, meneruskan usaha ibunya. Tetapi sang atasan menggendolinya dengan berbagai iming-iming. Lagipula, Youn masih cinta pekerjaannya kok. Jadi yaa oke-oke saja.. lumayan kan masih mendapat salary tiap bulan. Dengan kerjaan kecil-kecilan yang terkadang ia bantu.
.
Memasuki trimester ke-tiga, Youn mulai membeli barang-barang lucu untuk bakal anaknya.
Mamanya lebih bersemangat, membelikan terlalu banyak tetek bengek. Membuat Youn mengerang protes.
.
Hari kelahiran tiba, tengannya digenggam erat-erat oleh sang mama. Youn tersenyum, ingin menertawai kekhawatiran mamanya yang berlebihan.
“Youn kuat, Ma... ada Jinhyuk dan yang lain.”
Mama Cho mengangguk, mengusap surai berantakan Youn, sayang.
Mama Cho memilih untuk undur diri, menunggu di luar, mendoakan yang terbaik.
.
Raungan tangis dari dalam membuat Mama Cho mengusap wajahnya kasar. Teharu, lega, dan lainnya.
.
Cho Eunsang, seindah kerling netra yang masih terlalu dini.
Terbungkus erat dengan kain lembut berbulu, menampilkan kepala yang masih terlalu mungil dalam dekap Seungyoun yang begitu hangat.
Yang mungkin akan memberi secercah warna di malam sepi milik Seungyoun yang terkadang ia lalui dengan tangisan rindu.
Papa, Eunsang lahir dengan sehat. Semoga papa selalu baik dan bahagia di belahan bumi bagian lainnya.
Youn berbisik pelan di telinga putranya.
“Putra papi, selamat datang.”
Mengecup pelipis rapuhnya pelan.
Berjanji untuk menghadapi hari untuk lebih percaya diri. Dengan dirinya, dengan Eunsangnya.
.
.
©coffielicious