Mint Choco Cookies ─

.

Part of Kue Beras AU

.

.

Sore ini, agaknya lumayan berbeda dibanding yang lalu-lalu. Jika biasanya café ramai, kali ini agak sepi, mungkin karena hari Selasa sore, masih work days.

Seungyoun membawa nampan yang berisi dua cangkir kopi, satu gelas susu, dan sepiring mint choco cookies untuk Eunsang. Meletakkannya dan mendudukan diri di kursi yang tersedia.

“Udahan kerjanya?” Seungwoo mendongak sejenak dari laptop yang sedari tadi menemaninya.

“Udah ada yang gantiin, mau ngajak Esa pulang juga.” Seungyoun melambaikan tangan pada buah hatinya yang masih asyik bermain lego di ujung ruangan.

Tak lama, Eunsang menghampiri Seungyoun dan mengecup pipinya, “Halo Pippi, selamat sore.”

“Selamat sore juga, Sayang. How was our Esa’s day?”

“Emmmm, great!!” Mengangkat kedua tangannya ke udara dan tersenyum sumringah disusul dengan rentetan cerita yang dengan saksama Seungyoun dengarkan.

Seungwoo mendekat, mengelus surai halus milik putranya, “Esa mau pulang?” menanyainya setelah Eunsang menyelesaikan cerita tentang harinya.

“Mau…. Ayo pulang, Pippi.” Menengok dengan gemas pada Seungyoun menunjukkan senyum yang sama.

“Iya pulang, tapi susunya diminum dan cookiesnya dimakan.”

“Owkay, Ppi!”

Mengangkat Eunsang untuk duduk di kursi dan membiarkannya memakan bagiannya.

“Youn.”

“Ya?” Seungyoun menoleh dari kegiatannya memandangi matahari tenggelam.

‘Klik’ bunyi shutter kamera ponsel milik Seungwoo menyala, Seungyoun terdiam kaget. “Ada-ada aja, Kak. Udah yuk, pulang!”

“Udah siap-siap?”

“Udah, tinggal ambil tas di ruang kerja.”

“Youn.”

“Ya?” Seungyoun urung berdiri, menelisik ekspresi Seungwoo yang terlihat agak canggung, “Ada yang mau diomongin?”

“Iya.” Seungwoo menutup laptopnya, membiarkannya terbengkalai.

“Oh, oke.” Seungyoun membiarkan Eunsang sibuk dengan camilannya.

“Kita ini…… apa?”

Seungyoun mengerjab, ia kelu. “……..”

“Atau begini, kamu mau kita kaya gimana? Maksud Kakak, kamu udah ketemu, ugh- keluargaku, dan sekarang Youn mau kita gimana?”

Seungyoun tersenyum, “Aku nurut apa kata Kakak maunya gimana, Kakak tau aku udah coba buat buka satu ruang yang dulu Kakak tempatin, sekarang terserah Kakak mau nempatin lagi atau engga.”

“MAU!” Jawabannya terlalu cepat.

Seungyoun terkekeh kecil, “Oke, dijaga yaa ruangannya biar Kakak nyaman.” Ia tersenyum, manis sekali.

Seungwoo merapatkan bibirnya, ingin tersenyum selebar mungkin.

“Senyum aja, nanti Kakak mirip Esa.”

Dan Seungwoo benar tersenyum sambil mencubiti pipi putranya.

“Papa! Sakit.”

Seungyoun hanya tertawa dan mengusap sayang pipi gembul putranya yang kini memerah.

“Youn…”

“Ya?”

“Untuk sekarang, boleh merencanakan persiapan pernikahan?”

“HAH? Lamaran aja belum, duh!”

“Besok Kakak lamar kamu.”

“Ga ada suprisenya sama sekali, Kak. Kenapa sih?”

“Kan biar disegerakan. Biar ga ada yang mau nyuri-nyuri pandang ke calon suamiku juga.”

Seungyoun hanya melongo, ini orang satu, ada-ada saja.

.

.

.

Seungwoo membawa dua tas di pundaknya. Berjalan belakangan, mengikuti Seungyoun menggendong Eunsang yang tertidur lelap di lengannya.

“Kamu waktu masih sendiri, gimana waktu barang bawaannya banyak?” Seungwoo membenahi cangklongannya.

“Minta tolong satpam yang jaga, kalo ga ya aku balik buat ambil tas.” Seungyoun menggunakan tangan lainnya untuk membuka pintu.

“Repot banget kayanya, Maaf yaaaa.”

“Udah biasa, Kak. Udah yuk, masuk. Atau Kakak mau balik?”

Seungwoo menggeleng, “Ga mau balik, mau dikelonin sama kamu.” Mengatakanya sesudah meletakkan tas yang ia bawa.

Seungyoun menghampiri Seungwoo di ruang tengah setelah memastikan Eunsang nyaman tidur di ranjang kamarnya dan memukul lengan atasnya keras-keras.

“Awwww, sakit.”

“Belum nikah, ga boleh kelon!” Ia coba melotot sangar namun malah terlihat lucu.

Seungwoo tersenyum, menelisik pada netra yang terlampau jernih di depannya, memajukan diri, dan membawa Seungyoun ke dalam dekapnya.

“Terima kasih. Terima kasih untuk semuanya.” Seungwoo melonggarkan pelukannya, menangkup wajah bulat nan gembil milik lelaki terkasih di hadapannya.

“Terima kasih untuk mempertahankan Esa,” Ia kecup keningnya.

“Terima kasih telah berjuang sejauh ini,” Ia cium kedua pipi gembilnya.

“Terima kasih menyediakan ruang untukku kembali.” Ia temukan ujung hidung mereka.

“Terima kasih untuk segalanya, Duniaku.” Seungwoo hampir mendaratkan kecupan pada bibir tipis yang kini berwarna vermilion itu jika ia tak merasakan satu tetes air mata turun di pipi Seungyoun.

“Hei, Sayang….”

Seungyoun menggeleng, mendekat, mengalungkan kedua lengannya di leher milik lelaki yang lebih tua. Mempertemukan kedua bibir mereka untuk menyalurkan asanya.

Seungyoun terisak, melepaskannya, mengecupnya sekali dan kembali memeluknya.

“Terima kasih telah kembali. Selamat datang di rumah kami…….. Papa.”

.

.

.

.

.

@coffielicious