Moon


WonHosh!Soulmate AU

part of bingo challenge phase three ; moon


Matahari hampir kembali ke peraduannya ketika Azure tiba di tempat janjian mereka. Membenahi mantel yang menyelimutinya dan memerika jam di pergelangan tangannya.

Azure berdiri di ujung jalan, dekat tiang lampu yang berada di depan toko ibundanya.

Ada adiknya dari dalam yang terlihat menggoda dengan mata kecilnya.

Azure tersenyum, menggeleng gemas.

“Hai,” sebuah suara menghampirinya.

Azure menoleh, menemukan Silvery yang berdiri canggung di sebelahnya, “hai.”

“Yuk, langsung jalan?” Silvery mengulurkan tangannya.

“Okei,” dan Azure menyambutnya.

“Sebentar, pamit bunda Zura dulu,” dengan masih menggandeng tangannya, Silvery bertolak untuk meminta izin membawa Azure pergi untuk sementara.

Mendapat beberapa wejangan dari ibunda dan kerlingan mata mengejek dari adiknya, Neelea. Mereka beranjak pergi.

Motor milik Silvery sudah menunggu dengan apik. Tak rela, mereka melepaskan tautan tangan, yang kemudian berganti menjadi half back hug setelah duduk berboncengan apik di atas kendaraan beroda dua itu.

Perjalanan mereka hening, seakan menikmati waktu diam yang tercipta untuk mereka.

.

.

Silvery memarkirkan motornya di satu lahan parkir.

“Jalan sebentar ya, biar dapet view yang bagus.”

“Oke”

Silvery mengulurkan tangannya kembali, dan tersambut tak lama setelahnya.

.

.

Ada bangku yang berjajar, tempat yang mereka kunjungi tidak begitu ramai, namun juga tidak sepi.

Silvery mengajaknya duduk diantaranya. Jika melihat ke bawah, akan tampak lampu lampu kota yang berkelip. Dan jika mendongakkan kepala ke atas, maka akan menemukan taburan bintang dan bulan yang sedang dalam purnamanya.

Azure mengerjab, “keren...”

Silvery tersenyum kecil. Kali ini merangkul pundak Azure perlahan, “boleh rangkul?”

Azure mengangguk, dan merapatkan diri, “tau tempat ini dari mana, Ilve?”

“Dari Jingga,” Silvery menoleh, “udah agak lama, ke sini waktu semuanya belum seberwarna ini.”

“Ah iya...”

“Hari ini Zura belajar warna apa?” tangan kanan Silvery bermain dengan jemari Azure di pangkuannya.

“Macam macam warna biru, banyak banget cabangnya,” dirasakannya bibir Azure mengerucut.

“Biru ya, kaya nama Azure ya, artinya biru.”

Azure mengangguk antusias, “Iya! Nama aku sama Nila artinya sama sama biru. Lazuardi juga. Biruuu semua”

Silvery tertawa pelan, “gemes kamu tuh.”

“Eyyy, apanyaaa. Oh! Ilve, aku mau tanyaa, umur Ilve berapa?”

“Dua puluh tujuh, Zura?”

“Dua puluh tujuh juga!” antusias sekali.

“Ilve beneran percaya soulmate?”

Silvery melepaskan rangkulannya, kali ini melingkupi tangan Azure dengan kedua indera perabanya, “kalau aku engga percaya, aku ngga di sini sama kamu, Zura.”

Azure mengangguk, “iya... Makasih ngajak aku ke sini, ilve.”

“Aku yang makasih. Zura mau nerima ajakan aku.”

“Ilve...”

“Hm?”

“Aku hidupnya bertiga aja, sama bunda sama nila. Ayah aku pergi, mungkin sekarang di luar negeri sama keluarga barunya.” Azure menunduk, “nanti,” jedanya, terasa begitu lama, “nanti, kalau misal aku ada salah sama Ilve, aku dikasih tau ya, dan kalau ilve mau pergi, aku dibilangin, biar aku bisa siap-siap.”

Silvery menangkup kedua pipi Azure, menelusurinya perlahan dengan jemarinya, “sekarang, aku belum bisa janjiin apa apa ke Zura, tapi, kita coba jalani ini berdua, okay?” kali ini, ia benahi tudung kepala milik Azure, “kita udah di umur segini, kalau main-main tentang perasaan kayanya mendingan berhenti. Jadi, kita bikin investasi perasaan ini ngga sia-sia ya?”

“Ey!!! Apa-apaan investasi perasaan, hahahahhaa.”

Tawa Azure, membawa kekehan pelan juga dari Silvery.

“Iya lho, investasi perasaan tuh kan, berat. Harus dijaga baik-baik.”

“Hahahha, apa kata ilve aja deehhh!”

.

.

Sisa kencan hari itu, mereka habiskan dengan cengkerama ringan untuk mengenal satu sama lain, ditemani jajanan yang mereka beli dan snack yang mereka bawa.

Tak lupa, mengagumi bulan dan bintang sebagai latar dan saksi kisah mereka di kemudian hari.

.

.

.

.

Phase ; moon. Kkeut.

@coffielicious