Pagi ─

Pukul 9 pagi, mereka masih betah merebah. Berbaring miring bersisian, beradu punggung dengan dada.

Salju turun semalaman, mereka menyaksikannya berdua dari jendela kamar.

Bercerita sepanjang malam hingga salah satu diantara mereka terlelap.

.

Seungwoo melarikan tangannya yang menganggur pada pinggang di depannya, melingkari perut yang terbentuk sempurna, mengecup bahu yang terekspos bebas di depan pandangannya.

“Jam 9, Youn,” suaranya serak, embusan napas tepat di tengkuk Seungyoun.

“Pagi,” sapanya tepat di ujung telinga Seungyoun.

“Hm, pagi. Masih ngantuk, Kak. Mana dingin banget,” memundurkan diri, mencari kehangatan dari yang lainnya.

Seungwoo mengambil ponsel di nakas, memainkannya dengan tangan kanan yang lengannya masih betah dibuat bantalan oleh lelakinya.

“Mau ngapain?” Kepala Seungyoun menoleh, mendapatkan kecup kecil di ujung bibirnya.

“Pesen makan,” tangannya terangkat memasaikan surai Seungyoun.

“Pengen bubur ayam aja, biar cepet ketelen,” Seungyoun merubah posisinya menjadi menghadap Seungwoo.

Meletakkan kepalanya di leher Seungwoo, mengendus bau paginya.

“Oke, ga pake kacang, kan? Mau nambah sate ngga?” Merapatkan pelukan mereka, kulit bertemu dengan kulit.

“Mau, sama sambelnya rada banyakin.”

Seungwoo merasakan tangan Seungyoun yang berada di atas dadanya. Jemarinya masih sibuk memesan makanan untuk mereka berdua.

“Kak, kok aku pake celana?”

“Kakak pakein semalem.”

“Oh.”

“Kenapa? Mau lagi?”

“Ngga! Cape dih, bukannya diajak jalan-jalan malah digempur abis-abisan.”

Seungwoo terkekeh, “kapan lagi coba, Youn? Bentar lagi pasti kita sibuk, kan. Makanya manfaatkan waktu sebaik mungkin buat bikin bayi.”

Seungyoun memukul bahu Seungwoo main-main, “Bangsat.”

“Lucu banget pagi pagi udah misuh begini.”

Meraup bibir di depannya kedalam kulumannya hingga Seungyoun kelabakan.

“Udah ih, belum sikat gigi juga.”

“Tetep aja manis.”

“Au ah. Udah jadi pesen?”

“Udah. Mau bikin coklat panas, ngga?”

“Ntar aja kalo udah makan. Ini anak-anak diajak kemana lagi sama Hangyul?”

“Paling ke mall atau ke jalan-jalan biarin aja.”

Seungwoo beralih memeluk Seungyoun erat, mengelus punggung telanjangnya dengan jemari lentiknya.

“Kak?”

“Hm?”

“Ga jadi,” Seungyoun semakin menenggelamkan diri dalam kungkungan Seungwoo.

“Ga usah mikir macem-macem. Aku masih di sini, meluk kamu malah,” Seungwoo membelai surainya sayang.

Seungyoun mendongak, mencuri satu kecup kemudian beranjak, menyambar satu kaos milik Seungwoo yang tergeletak di lantai kamar.

“Mau ambil makan, kayanya udah dateng,” menjawab kerutan yang ada di dahi Seungwoo.

.

Sisa hari itu mereka habiskan untuk menonton serial, cuddling, dan memasak.

Untuk senam lantai, oh ya jelas mereka lakukan. Tenang saja, mereka melakukannya di daerah teritorial mereka.

Mereka masih menyayangi anak-anak mereka dan diri mereka sendiri.

Menyayangi diri mereka dari amukan yang mulia Kim Wooseok jika mereka mengotori daerah lain.

“Gantian, Kak. Masih sakit.”

“Boleh, sambil mandi aja ayo.”

Berakhir menggempur badan mereka bergantian.

.

.

©coffielicious