Sup Krim Jagung-

Seungyoun pernah bilang kan, keajaiban apa lagi yang akan Eunsang bawa?

Dan hari ini keajaiban itu datang lagi, bagian manager personalia. Seungyoun diangkat menjadi manager personalia. Seungyoun mengerjab bingung ketika ia dipanggil menghadap jajaran direksi bersama beberapa orang lainnya.

“Kami sudah memutuskan dengan masak-masak Tuan Cho, anda lah yang paling tepat menduduki kursi tersebut.”

.

.

Hari pengangkatan, ditutup dengan makan bersama di ujung acara. Seungyoun ingin menolak, namun teman-temannya membujuknya untuk ikut. Memilih menitipkan Eunsang dengan mama Cho.

Bertemu juga dengan wajah wajah baru, pengisi posisi baru. Sekalian berkenalan dan mengakrabkan diri.

Mulai besok, jam terbangnya akan tinggi, tekanan pekerjaan yang semakin berat.

Seungyoun sudah mendiskusikannya dengan mama, beliau bilang bagaimana dengan menyewa suster? Tetapi, Youn sangsi. Entahlah.

Setelah Seungyoun berbicara dengan direksi, bolehkah ia membawa Eunsang bekerja bersamanya serta? Masih bingung sebenarnya.

Akhirnya diambillah jalan tengah. Pagi Seungyoun menitipkan Eunsang, siangnya akan ia bawa serta menemaninya bekerja.

Jadilah ruang kerja Seungyoun memiliki ranjang bersekat dan mini playground.

.

.

Berjalan satu minggu, Seungyoun memijat keningnya, whoa pening sekali. Ini jam makan siang, berarti waktunya menjemput Eunsang dari tempat penitipan.

Bertemu dengan Hangyul di lobi, “mau ditemani, kak?”

“Ga usah, Gyul. Ntar lu dikira mamanya Esa.”

“Kok jadi mamanya Esa sih?” Hangyul sewot.

“Soalnya gemesin, udah sana makan siang.”

Seungyoun beranjak untuk meneruskan perjalanannya mengambil malaikat mungilnya. Di luar kantor, ia menemukan pegawai baru yang sedang menunggu lampu merah untuk menyeberang.

Perempuan, cantik sekali, menganggukkan kepala sopan pada Seungyoun.

“Akan menyeberang, Nona Kim?”

“Ya, Tuan.”

Seungyoun mengangguk, “Bersama saja.”

Perempuan anggun itu kembali mengangguk.

“Mau cari makan?”

“Iya, Tuan. Sekalian bertemu dengan suami saya.”

“Ooh.”

Seungyoun mengangguk mengerti.

Mereka berjalan menyeberang. Ternyata berbelok ke arah yang bersamaan, Youn berhenti lebih dulu di tempat penitipan. Melambai sejenak dan meneruskan langkah.

.

.

Eunsang masih asik bermain, balita berumur satu setengah tahun itu asyik berlarian. Seungyoun memblokir jalannya, menangkapnya, mengangkatnya dan memutarkannya di udara.

Tawanya menular, deretan gigi kelinci terpampang nyata, netranya menyipit seiring hidungnya yang naik, juga pipi yang menggembil sempurna.

Gemas, menciuminya tanpa ampun.

“Esa tidak lelah, hm?”

Mengigit kecil pipi Eunsang, saking gemasnya. Mengusak sayang surai putranya yang kian memanjang.

“Esa sudah mam?”

Gelengan dan anggukan, lucu sekali.

“Kita makan ya, Sayang. Sup krim jagung, mau?”

Eunsang menganggukkan kepala mungilnya berkali-kali, membuat rambutnya bergoyang lucu.

Menggendongnya di satu lengan. Membawa perlengkapan Eunsang di lengan yang lainnya. Berpamitan pada guru yang ada di tempat penitipan.

.

.

Sudah larut, Eunsang baru saja terbangun dari tidurnya. Berarti ia akan begadang dengan Eunsang nanti.

Memakaikan jaket pada malaikat mungilnya, berceloteh riang seakan bercerita. Seungyoun menganggapinya juga.

Menggendongnya di punggung, kemudian beranjak turun untuk pulang.

Oh, ada nona Kim di pelataran.

“Sedang menunggu jemputan, Nona?”

Perempuan itu mengangguk sopan.

“Ya, Tuan. Tuan Cho menunggu jemputan juga?”

“Hm? Tidak, saya bawa mobil. Atau Nona Kim ikut saya saja?”

“Terima kasih, Tuan. Suami saya sebentar lagi sampai,” senyumnya menenangkan.

“Ah, kalau begitu biar saya temani.”

“Tidak perlu, Tuan. Sungguh,” tolaknya halus.

“Tidak baik perempuan menunggu sendirian.”

Perempuan itu hanya diam, kemudian ia bersuara pelan, “terima kasih.”

Seungyoun tersenyum, memilih meminta valet untuk mengambilkan mobil miliknya dan membawakan perlengkapan milik Eunsang.

Tak lama, mobil metalik berhenti di depan mereka. Sesosok lelaki keluar dari pintu kemudi. Berjalan memutar dan menghampiri nona Kim.

“Menunggu lama?”

Suara itu, masih terlalu kentara. Seungyoun menahan napasnya sejenak kemudian menghembuskannya perlahan.

Seungyoun mengerjab, baru saja akan pamit. Nona Kim memanggilnya.

“Terima kasih, Tuan Cho.”

Membungkuk, sopan, anggun, dan cantik sekali. Cocok dengan orang yang menjemputnya, lelaki gagah yang kini berdiri tidak jauh dari tempat Seungyoun berpijak.

“Cho Seungyoun?” Suaranya, melawan desau angin malam.

Seungyoun mengangguk, “oh! Kak Woo! Apa kabar?”

Mati-matian menemukan pita suaranya untuk bekerja tanpa gemetaran. Meremas ujung jaket miliknya hingga kusut.

Seungyoun mundur, ketika Seungwoo mendekatinya. Seungwoo berhenti, mungkin ia mengerti.

“Baik, Youn. Baik sekali.”

Seungyoun mengangguk, “kalau begitu, saya duluan Nona Kim. Sudah ada pawangnya, jadi sudah lega. Sampai jumpa.”

Nona Kim tersenyum, mengucap terima kasih sekali lagi.

“Pulang duluan, Kak! Dijaga istrinya baik-baik. Sampai ketemu kapan-kapan.”

.

.

Seungyoun berbalik, berjalan tergesa menuju mobilnya. Menurunkan Eunsang dari gendongan di punggungnya. Memeluknya, kali ini menangis, perlahan, semakin mendeguk.

“Pipi menemukannya, Pipi bertemu dengan papa.”

Menciumi pipi putranya, sayang.

“Maaf kan Pipi, belum bisa menemukan Esa dengan papa. Esa, malaikat Pipi, tumbuh dengan baik, Nak. Tetap di sini, di dekapan Pipi.”

Ia menangis, Eunsang perlahan mengarungi alam mimpi dengan sendirinya. Seakan membiarkan Seungyoun menumpahkan asa yang sudah terlalu lama dipendamnya.

Mendeguk lara, ia mendekap Eunsang di atas dadanya, meminta maaf berkali-kali. Meminta maaf tentang ia yang belum berani untuk memantapkan hati untuk lepas.

Meminta maaf tentang pincangnya yang semakin nyata. Meminta maaf karena Eunsang harus menyaksikan air matanya yang luruh. Meminta maaf tentang semua hal yang bahkan bukan kesalahannya.

.

.

Ia memilih menyerah, menelpon Wooseok untuk menyetirkannya pulang.

Ia masih mengalirkan air matanya, Wooseok tak bertanya apapun. Hanya mengusap surainya sayang.

“Gue di sini, Youn. Gue di sini.”

Memeluknya hingga Seungyoun jatuh tertidur dengan Eunsang yang ia dekap erat di atas dadanya.

.

.

©coffielicious