Tinggal
FOR GYUHAO FANDAYS EVENT – THE BLOOMING JOURNEY
Gyuhao
genre: Hurt/Comfort (Lilac), but I don’t know, maybe there’s no any comfort here… :(. rating: Mature. (gunshot) warning: Work life (Taman Bunga). Major Character Death. Sad Ending (Red) (and yes, im spoiling you, karena aku ngga mau kalian kecewa di akhir). It’s mature because I put gunshot, and some actions that’s may triggered you. Please do click back if something bothering you. Thank you. side pair: SoonWoo
Please enjoy the ride
Summary
Ketika kata ‘tinggal’ berarti menetap dan meninggalkan.
“Kau tahu tawaranku akan selalu berlaku?” Seorang lelaki, duduk di kursi hitam yang tampak nyaman di belakang meja, memutar bolpoin dalam jemarinya, berkata pada lelaki jangkung yang berdiri di depannya.
“Aku tahu.” Menyusupkan tangan ke sakunya, “aku akan tetap mengambil tugas terakhirku.”
Yang duduk di kursi menghela napas pendek, “I won’t remind you again, Mingyu.”
“Hm, no need to.” Lelaki bernama Mingyu itu berkata, acuh. Mengambil berkas yang terbungkus warna coklat di atas meja. “Aku pergi,” sembari melangkahkan diri, keluar dari ruangan yang dipenuhi berbagai macam senjata yang tertata rapi.
.
Lampu temaram di ujung jalan masih mampu menerangi jalan setapak menuju rumah mungil sekian langkah di hadapannya. Membiarkan mantelnya mengencang, membungkus dirinya dari malam yang kian larut. Perlahan, tungkainya maju, meniti bulatan semen di bawah kakinya.
Lampu teras menyala, kuning yang membuatnya merasa hangat.
“Oh, ada tamu.”
Mingyu terlonjak sedikit, ia kurang waspada.
“Aku hanya lewat, bunga lilacmu memanggilku.”
“Manis sekali, aku juga ingin dipanggil oleh lilyku.”
Mingyu diam, mengamati postur lelaki pemilik rumah dan taman bunga mungil yang memang membuatnya tertarik dan menurunkan kewaspadaan dirinya. Perlahan, pandangannya memindai, menemukan sepasang manik jernih, menatapnya berbinar.
“Kau kembali, Mingyu?”
Mingyu mengatupkan bibirnya, tak mengindahkan retorika, ia melangkah menjauh.
“Secangkir teh hangat, tidak akan melukaimu, Mingyu.”
Langkahnya terhenti, “sudah larut, maaf menunda istirahatmu, Hao.”
Yang dipanggil Hao tersenyum, “tidak perlu seperti itu, masuklah.”
Mingyu bergeming, “Aku pulang.”
Kali ini tidak ada sangkalan.
.
.
“Dia akan tetap mati meski aku bukan yang membunuhnya, kan?” Jambakan kasar di rambutnya sendiri, sudah menandakan betapa frustasinya ia.
“Ya.” Suaranya ringan.
“… Kenapa…?”
“Pekerjaan kita, Mingyu. Menghilangkan nyawa sebelum yang seharusnya.” Lelaki yang kini masih duduk di belakang meja menamparnya dengan kalimatnya, telak.
“Kau sanggup membunuh Wonwoo-mu, Kwon Soonyoung?” kini, Mingyu menumpukan kedua tangannya di atas meja.
“Sanggup,” tanpa menunggu ia menjawab, “setelahnya aku akan membunuh diriku sendiri,” yang dipanggil Kwon Soonyoung meneleng, “tawaranku, masih akan selalu berlaku, Kim Mingyu. Pergi dan jalani hidupmu dengan baik.”
Mingyu bertolak, air mukanya tak terbaca, kemudian melangkah pergi.
.
.
“Kali ini, bunga apa yang memanggilmu, Tuan Kim?”
Mingyu berbalik dari kegiatannya memandangi taman mungil yang penuh dengan berbagai bunga, “masih lilac, dan akan selalu lilac yang memanggilku.”
Lelaki pertama yang membuka suara mengangguk, “masih sore, mau mampir untuk secangkir teh hangat?” Deru yang menenangkan.
Kali ini, tidak ada negasi.
.
.
Ada beberapa camilan yang menemani teh sore mereka. Perbincangan yang kian mengalir dari satu topik ke topik lainnya.
“So, Mingyu… how have you been?” Ia menuangkan kembali teh ke dalam cangkirnya.
Mingyu terdiam beberapa saat, “aku… baik, Hao.”
“Glad to hear that,” gerakannya halus, meyuap cookies cokelat yang ia gigit separuh, “will you stay?”
Mingyu memeluk cangkir dengan jemarinya, “no.”
Memperhatikan mimik lelaki yang terdiam duduk di hadapannya, Mingyu kembali membuka suara, “aku merindukanmu…” seperti tanpa sadar ia mengatakannya, “Minghao…”
“Aku di sini, Mingyu,” Minghao mendekat perlahan, kemudian mendekap, lelakinya, memeluknya seakan tak ada hari esok untuknya bertemu. Ia kecup pelan kening Mingyu, “Kau kembali.”
.
.
Kelopaknya terbuka perlahan, untuk kemudian menemukan lelaki berselimut yang memperlihatkan bahu telanjangnya. Ia mendekat, mengecupnya berkali-kali.
“Aku masuk kerja siang hari, Mingyu. Biarkan aku tidur kembali sejenak.”
Mingyu menurut, membiarkan lelakinya kembali memejamkan mata.
Ia memilih menguasai dapur, membuat sarapan sederhana untuk mereka berdua.
.
.
“Apa yang akan kau lakukan jika aku membunuhmu?” Tanyanya tiba-tiba disela-sela waktu makan malam mereka.
“Aku mati…?” Kediknya.
“Bagaimana jika aku dibayar untuk membunuhmu?” Mengubah kalimat tanya miliknya.
“Maka lakukan, Kim Mingyu.” Minghao menggigit pelan udang miliknya, “aku tidak memiliki apapun untukku hidup. Tidak akan ada yang mencariku ketika aku menghilang, dan tidak ada yang menangis ketika aku mati.”
Mingyu diam, meletakkan sendok dan garpunya, menyesap air putihnya, tergesa, ia mengambil mantel dan keluar dari rumah mungil milik Minghao.
“Ya! Kim Mingyu!” Minghao mengejarnya, “bagian mana yang salah dari kalimatku, Gyu?”
Mingyu tidak menggubris, ia ambil setangkai lilac, memotelnya perlahan, dam memberikannya pada Minghao, “jangan berharap aku kembali lagi, Hao.”
Minghao menahannya kuat, “jelaskan, bagian mana kalimatku yang salah? Apa aku perlu mengulanginya untukmu?” Minghao hampir menyeretnya, mencengkeram lengam mingyu hingga fabriknya kusut.
Tidak ada jawaban.
Kemudian mengendur, “Aku tidak akan pernah berharap kau kembali dan tidak seharusnya aku menahanmu untuk tetap tinggal,” dan benar-benar terlepas.
Minghao terduduk, membiarkan Mingyu kian menghilang dari pandangan.
Kembali sepi. Semuanya akan kembali seperti sedia kala. Tidak ada sarapan, tidak ada barang pecah, tidak ada bekas kemerahan di atas kulitnya, tidak ada kecupan, tidak ada pelukan, tidak ada Mingyu, tidak ada siapapun. Ia akan selalu sendiri.
.
.
“Sudah hari ke-sembilan, Mingyu. Tidak biasanya kau mengambil kasus se-lama ini.” Soonyoung menghampiri Mingyu yang duduk di sofa miliknya.
“Besok, akan kulakukan besok,” ia pejamkan matanya, mencoba menghilangkan bayangan Minghao yang duduk di terasnya.
.
.
Minghao diam, mengerjabkan mata perlahan, menyesuaikan dengan cahaya sekitar. Yang ia ingat, ia hampir berangkat ke toko buku, tempat kerjanya. Di jalan, ia bertemu dengan seekor anjing yang ia elus bulu-bulu halusnya, kemudian seseorang menanyakan alamat, dan Minghao lupa apa yang terjadi.
Ia duduk di kursi dengan ikatan tangan yang hampir lepas, ia menunduk, menemukan pistol yang menempel di depan dada kirinya, ia amati dengan saksama. kemudian pandangannya menelusuri lengan berbalut kain hitam.
Pemilik tangan yang memengang senjata itu bergetar.
Minghao mendongak kemudian, menemukan netra bening, kini berdiaskan kaca tipis yang siap tumpah dihadapannya.
Melepas simpul pada lengan miliknya, mengulurkan satu tangan, menutup kelopak lelaki yang selalu dinantinya. Satu tangan lainnya, menekan pelatuk yang kemudian timah panasnya menembus jantungnya penuh kuasa.
“Jangan menangis untukku, Kim Mingyu,” dan napasnya pergi.
.
.
Pada keseluruhan akhirnya, Kim Mingyu akan tinggal.
Tinggal di tempat dimana Minghao akan selalu ada di setiap sudut, yang menekan semua penyesalannya yang tiada akhir.
Tanpa meninggalkannya kali ini.
“I’ll stay, for now, and forever” ia letakkan setangkai lilac dan sekuntum lily pada pusara yang ia kunjungi.
Napasnya memendek, mengambil kesadarannya, sama seperti bagaimana Minghao hilang dalam dekapannya.
.
.
end
hello, wawa's here... apa ya... kayaya sebenernya banyak yang pengen aku tulis, tapi aku bingung.
but, firstly... aku mau minta maaf karena ini sangat jauh dari kata sempurna.
yang kedua, ugh, maybe, in the future, i want to make this story longer...? hehe, masih banyak plothole yang bisa aku gali, jadi sekali lagi maaf ini sangat jauh dari kata sempurna
ketiga, im bad at making angsty, jadi apakah ini kerasa apa engga... tapi semoga, i hope ini kerasa deh ya...
ini kayanya semakin panjang aja... i really hope your feedback!!! tolong kasih tau gimana cerita ini, dan mungkin ada pertanyaan dari plothole yang kayanya masih perlu banyak jawaban...
kemudian, terima kasih untuk meluangkan waktunya membaca cerita iniii
lastly... HAAPY GYUHAO DAY, GUYS!!!! I GYUHAO YOU!!! LOVE YOU to the fullest!!! have a good good good day!!!