Tujuh
.
Soonwoo short AU
.
Jeon Wonwoo berumur tujuh ketika menemukan sepatu lusuh saat ia terjatuh. Uluran tangan mungil menjadi proyeksi netranya selagi ia mendongak. Satu senyum dengan mata yang menyipit sempurna menjadi pemandangannya kemudian.
“Aku Kwon Soonyoung.” Katanya setelah membantu Wonwoo berdiri dan menepuk-nepuk pantat berdebunya.
Wonwoo meneleng, mengelap tangan kotornya pada kaos yang ia pakai, menjabat jemari mungil yang terulur, “Jeon Wonwoo, aku baru pindah ke sini kemarin.”
Kwon Soonyoung mengangguk, “Aku tahu! Tadi pagi ibumu memberi ibuku semangkuk kue beras.”
“Hmm, terima kasih menolongku.”
“Sama-sama! Lain kali hati-hati berjalan, banyak sekali lubang di jalan yang belum diperbaiki. Besok aku akan bilang pada ayah agar mau menambalnya.” ucapnya menggebu.
.
Itu sekelebat ingatan yang Wonwoo masih simpan dalam kotak memori otaknya.
.
.
.
Tujuh belas.
Lulus dengan nilai sempurna dan mendapat beasiswa di universitas bergengsi.
Soonyoung memberinya pelukan paling hangat. Memberinya sepucuk kata penyemangat.
Dan hari itu pula Wonwoo memberikannya kecupan untuk ia semat.
Netra sipitnya melebar berbinar, mengerjab kemudian.
“A-apa itu?”
“Jawaban untuk pernyataan cintamu minggu lalu.”
“Hah?”
Wonwoo mengusak surai kecoklatan milik lelaki dalam dekapannya, terlihat mengecil dalam pelukannya. “Kau setengah mabuk, mengatakan bahwa aku orang yang sangat tidak peka. Bukankah kau cocok menjadi gandenganku saat prom, Jeon Wonwoo? Katamu...”
Soonyoung mundur, “Bohong!”
“Tidak, kau lupa setelahnya kau memakan bibirku seperti tidak ada hari esok?”
“Jeon Wonwoo pembual!” wajahnya memerah sempurna.
” Hahahahaha, coba tanya pada Bunda, Youngie...”
“Ya! Panggilan macam apa itu?”
Wonwoo semakin tergelak, “Ey, kemarilah pacarku.”
“Aku. Bukan. Pacarmu!” Soonyoung semakin mundur.
Wonwoo diam di tempatnya, tersenyum selebar yang ia mampu, menyaksikan betapa lucunya Kwon Soonyoung di hadapannya.
“Berhentilah, hanya ada tembok di belakangmu, Youngie...”
Dan Wonwoo menghampirinya, membiarkan lelaki yang lebih pendek darinya kembali memasuki dekapannya, kali ini satu kecup kening ia hadiahkan.
“Ayo berjuang beberapa tahun lagi, Youngie... untuk mewujudkan mimpi kita, bersama.”
Soonyoung menghela napas, kali ini menyamankan kepalanya pada pundak Wonwoo, membiarkan badannya bersandar pada lelakinya.
“Aku belum ingat apa yang kukatakan saat mabuk, tetapi... baiklah, mari berjuang, Jeon Wonwoo-ku.”
Hari itu, senyuman lebar Wonwoo tidak mudah luntur.
.
.
.
Dua Puluh Tujuh.
Memerlukan tujuh tahun untuk mereka kembali bersama.
Wonwoo yang harus ke luar negeri untuk pekerjaannya dan Soonyoung berkelana untuk seluruh kompetisi yang mampu melambungkan namanya.
Memerlukan tujuh langkah untuk mereka meraih satu dengan yang lain. Berakhir dengan peluk yang tak kunjung terurai.
.
.
.
Tujuh menit yang terlalu mendebarkan, mengucap janji sehidup semati dengan lancar. Bertukar senyum dalam kecapan.
.
.
Soonyoung mengecek ponselnya yang menampilkan chat dari suaminya yang baru saja masuk.
“Arah pukul tujuh, Youngie...”
Dan Soonyoung menoleh, menemukan Wonwoo yang terlihat hangat mengenakan coat berwarna coklat.
Wonwoo menghampirinya, menggenggam jemarinya, membawanya pulang, menuju kediaman mereka.
.
.
.
“Kau benar-benar hanya akan menciumku tujuh kali?” Soonyoung mendongak dari kegiatannya membuat cokelat hangat.
“Hm, kata siapa?”
“Kau yang mengirimiku pesan, Jeon!” Sungutnya.
Wonwoo melepaskan coatnya, menghampiri Soonyoung, meletakkan cangkir yang ia pegang pada meja makan.
Mengusak surai milik lelakinya, membiarkan jemarinya menelusuri pipi pualam yang kenyal, kemudian turun pada bibir yang menjadi candunya. Candu yang tujuh hari ini belum ia jamah.
“Tentu saja aku akan menciummu tujuh kali, Youngie.” Memajukan wajahnya, mencium bibir yang kini berwarna vermilion di hadapannya.
“Aku akan menciummu tujuh faktorial.” Ungkapnya tegas, kemudian membawa Soonyoungnya dalam dekap.
.
.
.
.
.
.
7! = 7.6.5.4.3.2.1 7! = 42×20×6 7! = 840×6 7! = 3.440
.
.
.
-kkeut
.
.
.
.
@coffielicious